Mohon tunggu...
Paijo Panduprodjo
Paijo Panduprodjo Mohon Tunggu... Konsultan - jangan bosan untuk berbuat baik

Pernah mengajar di Universitas Jember, pernah menjadi konsultan Proyek SEQIP (Science Education Quality Improvement Project) dan DAPS (Disaster Awareness in Primary School). Peduli pada pengembangan IPA melalui pembelajaran yang berbasis pada fakta dan konsep serta tidak berdasarkan pada hafalan semata. Metode pembelajaran IPA yang berbasis pada NGAJARI dan bukan NGABARI akan lebih membuat anak-anak kita menjadi cerdas dan lebih dekat dengan Tuhan karena dalam setiap pembelajaran IPA konsep apapun selalu bisa menyertakan keagungan Tuhan dalam setiap penyampaiannya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kata-Kata yang Sebaiknya Tidak Diucapkan Oleh Guru IPA

17 Februari 2013   06:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:11 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seaktif apapun metode mengajar yang digunakan untuk mengaktifkan siswa, guru pasti menggunakan kata-kata dalam melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. IPA merupakan mata pelajaran yang diajarkan berdasarkan fenomena alam. Peristiwanya ada di alam dan di sekitar kita kemudian para siswa dan guru mengkonstruksi konsepnya di dalam ruangan. Untuk menjaga agar kualitas pembelajaran kita tetap terjaga dan meningkatkan sikap kritis siswa terhadap konsep yang kita belajarkan maka hendaknya bapak dan ibu guru IPA menghindari penggunaan kata-kata sebagai berikut ketika mengajar IPA, yaitu:

1. dan lain-lain/dan sebagainya

Kata ini biasa diucapkan ketika menyebutkan jumlah dari contoh. Misalnya pada pertanyaan mengenai nama anggota kelompok benda,  sebutkan alat transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil?, kemudian di jawab kereta api, bus, truk dan lain-lain. Bila kata dan lain-lain diucapkan maka dikawatirkan bapak dan ibu guru dianggap tidak tahu pasti nama-nama alat transportasi tersebut. Jadi akan lebih baik bila disebutkan semuanya kecuali jumlahnya memang sangat banyak, sehingga ketika kalimat tersebut ditanyakan dalam ulangan harian, UTS, dan UAS akan  mudah untuk memberikan nilai dari jawaban siswa.

2. sedemikian rupa

Kata ini sering diucapkan pada saat menjelaskan tentang sebuah susunan benda ataupun sebuah proses. Misalnya pada pembahasan tentang rangkaian listrik seri, maka pernyataan yang sering disampaikan adalah kabel, saklar, sumber arus, dan bohlam disusun sedemikian rupa sampai membentuk rangkaian listrik seri.Cairan dalam tabung reaksi dikocok sedemikian rupa...Apabila kata sedemikian rupa diucapkan maka dikawatirkan bapak dan ibu dianggap tidak tahu persis bagaimana melakukannya. Dengan demikian kata ini sebaiknya dihindari untuk diucapkan ketika mengajar IPA di kelas. Masih banyak contoh yang lain dan kita sadar atau tidak suka mengatakannya.

3. pokoknya

Kata pokoknya biasa diucapkan bapak dan ibu guru untuk memutus kebuntuan diskusi. Apabila ada anak yang tidak bisa menerima pendapat bapak dan ibu guru maka untuk mengentikan perdebatan biasanya digunakan kata pokoknya. Misalnya, pada penentuan titik didih air, tidak ada satu siswapun yang mendapatkan hasil pengukuran bahwa titik didih air adalah 100 oC, sedangkan buku teks memuat bahwa titik didih air adalah 100 oC. Diskusi akhirnya ditutup dengan kata pokoknya. Bila kata ini sempat terucap maka bapak dan ibu guru sudah kehabisan argumentasi, sehingga kekuasaan sebagai guru yang digunakan. Menghindari kata pokoknya akan membuat bapak dan ibu guru memiliki wawasan yang luas, mampu berfikir alternatif, kreatif, dan kritis dalam melihat permasalahan. Para siswapun juga akan belajar bahwa dalam diskusi adalah adu argumentasi dan tidak memainkan kekuasaan atau egonya sendiri. Menghindari kata pokoknya membuat kita terhindar dari sebutan mau menang sendiri sehingga kalau saya selalu benar dan orang lain selalu salah.

Bapak dan ibu guru bertugas untuk membuat siswa kita cerdas, sehingga para siswalah yang dimotivasi untuk aktif merumuskan konsep-konsep yang dipelajari. Melibatkan siswa dalam proses memang memerlukan waktu yang lebih lama dibanding bila kita hanya memberi informasi saja kepada mereka. Pilihan diserahkan kepada bapak dan ibu guru, tentu saja masing-masing ada resikonya. Mengapa kita  tidak memilih yang terbaik,  meskipun itu memaksa kita harus bekerja lebih sehingga bapak dan ibu guru lebih lelah bila dibanding dengan ceramah dalam mengajar. Namun bila hasil belajar siswa baik maka rasa lelah akan terbayar dengan kebanggaan karena kita tidak perlu lagi mencarikan cara agar siswa-siswa kita lulus dalam unas. Kita tinggal menikmati saja jerih payah kita ketika mengajar dengan tersenyum menyaksikan siswa kita berbahagia karena lulus unas dengan jujur dan  kerja kerasnya. Jasa bapak dan ibu guru akan selalu dikenang selama hayat dikandung badan.  Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun