Dulu, saya pernah mendengar istilah mengenai menulis itu bisa menjadi sebuah cara untuk berkatarsis. Melepas beban jiwa. Saya sendiri sebenarnya awalnya tidak secara spesifik menulis  memoar. Saya menulis karena ingin meninggalkan sesuatu yang manfaat, saya menulis karena saya ingin membuat catatan agar bisa ditengok lagi lain kali, saya menulis karena ingin menjadi penulis, saya menulis karena menganggap bahwa penulis itu keren, saya menulis karena ingin menyodorkan pemikiran saya yang kadang-kdang sulit diterjemahkan dengan kata-kata.Â
Saya pernah menulis karena hanya itulah satu-satunya yang bisa saya kerjakan. Saat pikiran saya suntuk, saat saya merasa sendriian, saat saya merasa ingin menularkan sesuatu, saat saya menganggap bahwa ide saya bagus tapi belum bisa dimengerti oleh orang lain, dsb.Â
Akhirnya saya benar-benar menjadi terbiasa menulis. Menulis apa saja.Â
Saat selesai membaca novel, kadang saya ingin juga menulis novel. Saat selesai membaca artikel kadang ingin menuliskan juga artikel ala saya. Saat ada panggilan untuk nulis paper dalam event-event tertentu  yang menarik hati, saya pun menulis paper juga. Intinya saya menulis saja. Sekedar menulis.Â
Lalu ada beberapa yang saya bukukan. Kadang-kadang  karena terdorong event, pernah juga karena saya ketemu komunitas menulis, atau pernah juga karena kebetulan ketemu orang yang sedang mencari  penulis. Nulis saja.Â
Tiba-tiba suatu hari saya diperkenalkan dengan sebuah komunitas menulis memoar. Lalu saya tertarik juga ikut menulis memoar. Rupanya, cara saya menulis selama ini seperti alur menulis memoar. Hanya saja, saya menulisnya sepotong-sepotong. Persis  nulis di buku harian.Â
Rupanya di dunia penulis memoar, yang seperti itu boleh-boleh saja. Menulis dengan topik-topik tertentu lalu dikemas dengan outline tertentu. Sesudah itu, merasa plong akan sesuatu. Itu mungkin memang salah satu efek positif menulis memoar. Menulis memoar kan bisa saja menulis sesuatu yang membahagiakan, sesuatu yang menjemukan, sesuatu yang menyedihkan, sesuatu yang menginspirasi, dst dst.Â
Menulis memoar benar-benar bebas. Plong. Bisa terharu, bisa terkejut, bisa menghilangkan penat. Benar-benar boleh menulis apa saja. Saya kira ini salah satu "genre" yang cocok untuk saya mengekspresikan diri. Ingin rasanya menularkan hal tersebut pada kawan-kawan, saudara dan sahabat-sahabat saya.Â
Mungkin saya bisa mengawali dengan mengajak mereka membaca tulisan ini ya? Mengkomentari tulisan ini, dan lalu lama-lama mereka tertarik juga menulis memoarnya sendiri.Â
Sungguh, jika tanpa terbebani, menulis memoar itu Melapangkan Dada.Â
Anda mau coba?Â
Atau mau juga bergabung dengan Komunitas Menulis Memoar? Silahkan chat saya ya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H