Mohon tunggu...
Min Adadiyah
Min Adadiyah Mohon Tunggu... Ahli Gizi - nakes ahli gizi, pembelajar manajemen abadi

Penata Impian (karena yakin Sang Maha selalu realisasikan impian kita)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menata Ulang Keseimbangan

29 Januari 2021   09:30 Diperbarui: 29 Januari 2021   09:34 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah merasakan tak bisa memisahkan dunia bekerja dan dunia kehidupan sehari-hari. Pernah merasakan sejak bangun tidur hingga menjelang tidur terlalu  fokus pada urusan pekerjaan. Meski secara fisik posisi saya di rumah bersama suami dan anak-anak tapi tangan dan mata saya tak berhenti mencermati whatsapp grup kantor.

Ini berawal di sekitar tahun 2015. Saat saya mulai benar-benar intens menggunakan whattsap. Sebelumnya saya tidak terlalu aktif di BBM sehingga relatif tdk terlalu banyak waktu untuk online. Meskipun familiar menggunakan email sebagai salah satu alat komunikasi tapi sebelumnya saya tidak seintens itu bersosial media. 

Whatsapp menjadi salah satu alat saya bersosial media yang mudah dan menyenangkan tapi ternyata sekaligus membuat saya terlena (dalam artian sulit membedakan jam kerja dan bukan jam kerja). Padahal sebelum itu kantor kami pernah menerapkan sebuah peraturan mengenai tidak diperkenankannya menggunakan sosial media di saat jam kerja. Namun, ketika kami melihat kemanfaatan untuk melakukan komunikasi baik internal maupun eksternal, kami memanfaatkannya secara penuh. 

Saat itu, RS sedang mempersiapkan diri  menjadi RS terakreditasi. Target yang diharapkan adalah terakreditasi PARIPURNA. Padahal kami sadar ada berbagai keterbatasan. Sebagai RS swasta, manajemen berusaha memastikan bahwa rasio pegawai dengan tempat tidur tetap efisien. Itu artinya, relatif tidak ada "orang khusus" yang harus mempersiapkan semua dokumen sejak dari kebijakan, pedoman dan panduan hingga SPO. Semua harus dikerjakan oleh personal yang sekaligus juga adalah pelaksana pelayanan. 

Bukan hanya dari sisi waktu, kami juga harus berusaha untuk menumbuhkan semangat agar tim terus mau bergerak melaksanakan beban-beban tambahan yang tiba-tiba harus diselesaikan. Alhasil, hari-hari anggota tim penuh dengan lembur dan lembur. Namun itu terlampaui dengan menyenangkan karena  grup-grup selalu berusaha saling menyemangati. Tak jarang, ada diskusi-diskusi yang hampir menyerempet menjadi pertikaian antar unit atau antar penanggung jawab bab. Seperti bola salju, semangat ini menular dengan amat cepat. Dari semula hanya ada 7 champion yang mengawali, grup membesar menjadi hampir 30 orang. Salah satu  hal yang memudahkan adalah adanya grup-grup whatssap yang tak pernah sepi dari saling memotivasi. 

Hasilnya? 

RS terakreditasi PARIPURNA, tim champion semakin solid, dan jumlah pendukung untuk melaksanakan tugas-tugas semakin membesar. Grup whatsaap champion akreditasi pun bertambah menjadi 90 orang (hampir 30% dari jumlah seluruh pegawai tetap di RS). Jumlah champion dan suasana saling mendukung  yang ada di dalamnya benar-benar menjadi hadiah yang sangat indah pada akhirnya. Satu demi satu prestasi tambahan juga diraih. Akreditasi menjadi semakin terasa mudah dan menyenangkan. 

Kini, alhamdulillah sebagian sistem telah tertata. Hampir semua unit telah memiliki SPO. Tim telah membuktikan bahwa mempertahankan PARIPURNA itu sangat mungkin adanya. Semua bisa dikerjakan di sela-sela kami melaksanakan pelayanan. Memang tidak semuanya sempurna tapi setidaknya kami membuktikan sebagai sebuah tim bahwa semua ini bisa kami lampaui. 

Kini saatnya kami menata ulang worklife balance kami. Kami harus belajar memberi kesempatan pada pribadi-pribadi kami, bahwa ada hak tubuh dan jiwa untuk diberikan istirahat yang cukup. Ada pula hak-hak keluarga yang juga harus ditunaikan. Kami akan berjalan jauh bersama-sama, perjalanan memberikan kemanfaatan yang semakin berkualitas, karena itu harus tetap dalam kondisi prima. 

Itu dapat dicapai jika ada keseimbangan. Worklife Balance harus diupayakan karena ia memungkinkan untuk win win. Allahu a'lam.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun