Dulu, beberapa bulan lalu, saat cluster kantor mulai terdengar gaungnya, salah satu rekan saya menyampaikan bahwa entah kapan saatnya itu bisa saja terjadi pada kita. Meski sisi hati yang lain menolak menerima, ada sebagian diri saya yang membenarkan pernyataan tersebut. Itu sangat mungkin terjadi.Â
Dan itu pula yang terjadi pada kami saat tanggal  7 Januari 2021 menjelang jam 10 malam, salah satu rekan mengabarkan klo hasil test swab PCR nya positif. Kami sudah mendekati yakin kalo keesokan paginya pasti akan ditracking. Ditanyai oleh tim  PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) yang merupakan bagian dari tim Covid di RS  mengenai seberapa intens kami berinteraksi dengan rekan yang positif tersebut selama setidaknya dua pekan terakhir atau sejak munculnya gejala.Â
Awalnya temen tersebut mengeluh diare, sempat ijin tdk masuk tapi saat itu belum periksa ke dokter. Lalu keesokan harinya kami "memaksa" agar periksa ke dokter dalam. Sebab diare dan kemudian ada keluhan "nggregesi" itu membuat kami merasa harus waspada.Â
Pada pemeriksaan pertama tgl 30 Desember 2020,  ybs dinyatakan perlu istirahat saja. Tapi saat tanggal 5 Januari 2021 masih ada ulangan "nggregesi", kami berusaha agar ybs periksa ulang. Dan ternyata memang dokter meminta nya untuk periksa ulang agar bisa  dievaluasi.
Berdasarkan atas riwayat sakit selama sekian hari, ada diare, ada demam, akhirnya ybs diminta untuk swab dengan hasil seperti saya tulis di awal tadi.Â
Maka, tanggal 8 Januari 2021, kami pun benar2 ditracing dan tracking..hingga sampai pada kesimpulan bahwa kami ber 9 harus di swab pada hari Sabtu tanggal 9 Januari 2021. Kami diminta keluar dari area kantor melalui gerbang yang berbeda dengan jalan umum. Seminimal mungkin bertemu orang lain dan segera isolasi mandiri di rumah.Â
Saya kabari suami dan atasan. Saya pamit dari kantor untuk isolasi mandiri di rumah dan saya mengkompromikan mengenai ruangan yang akan saya pakai di rumah untuk isolasi mandiri. Termasuk pengaturan pemakaian kamar mandi, alat makan dan kamar untuk saya.Â
Sejak 8 Januari sampai subuh tanggal 12 Januari 2021 ini, saya merasa sangat merindukan memeluk anak dan suami. Kebiasaan saling memeluk yang  sehari-hari  terasa biasa saja menjadi terasa luar biasa. Saya tidak lagi makan bersama di meja yang sama. Saya tidak lagi bercengkrama di ruang yang sama bersama mereka bertiga. Suami dan dua putri saya.Â
Mereka berusaha memahami dan mensupport saya. Namun tetap saja ada yang terasa berbeda. Kami masih sholat bersama, tapi saya di ujung ruangan yang berjarak lebih dari dua meter dari mereka. Dan sejauh itu, saya selalu berusaha mengenakan masker.Â
Si adek merengek ke kakaknya pengen dipeluk karena tidak lagi bisa memeluk saya. Kadang-kadang dia mengamati saya dari kejauhan karena kerinduannya. Saya hanya bisa melambaikan tangan dan menghiburnya.Â
Berat, tapi tetap semangat karena kami semua ingin tetap sehat. Mereka paham bahwa prosedur ini harus dilewati untuk memastikan mereka aman. Saya juga menelpon ibu saya membatalkan rencana kepulangan saya karena memang sebelumnya akhir pekan ini saya mengagendakan pulang. Dan beliau mafhum setelah dijelaskan.Â