Saat ini, tren kecantikan berkembang dengan cepat. Wanita telah menempatkan prioritas tertinggi pada daya tarik wajah sejak zaman dahulu. Banyak wanita bersaing satu sama lain untuk melakukan perawatan ekstra pada wajah mereka agar tetap terlihat cantik. Hal ini menunjukkan kepedulian bahwa masyarakat Indonesia sangat memperhatikan penampilan dan kesehatan. Menggunakan produk perawatan kulit adalah salah satu teknik untuk meningkatkan kecantikan. Untuk menjaga kesehatan dan kecantikan kulit mereka, wanita dari segala usia menggunakan produk perawatan kulit. Tidak hanya wanita yang memprioritaskan perawatan kulit, para pria pun mulai menyadari betapa pentingnya merawat kulit.
Dalam beberapa bulan terakhir, industri kecantikan di Indonesia berkembang dengan pesat. Berbagai perusahaan produk kecantikan dari dalam dan luar negeri bermunculan dan berlomba-lomba menarik perhatian konsumen dengan produk-produk terbarunya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya produk dari dalam maupun luar negeri yang menawarkan beragam pilihan kepada konsumen, mulai dari produk perawatan kulit dengan formula yang inovatif, variasi kemasan yang kreatif, dan harga yang terjangkau yang pastinya akan menarik perhatian.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), terdapat 913 perusahaan kosmetik di Indonesia pada tahun 2022, naik 20,6% dari 819 perusahaan pada tahun 2021. Pada tahun 2023, secara keseluruhan akan ada 1.010 perusahaan, yang berarti 21,9% lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Perkembangan ini tidak hanya berpotensi menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang bagi banyak orang, tetapi juga dapat mendorong inovasi di industri kecantikan Indonesia untuk menghasilkan solusi dalam memenuhi kebutuhan pria dan wanita. Keberagaman Formulasi produk dan variasi warna yang berbeda dicocokkan dengan jenis kulit dan preferensi masyarakat Indonesia.
Terlepas dari booming industry kecantikan saat ini, fenomena ini tetap memiliki sisi negatifnya. Contohnya, jika sebuah merek meluncurkan produk baru dengan menggunakan bahan tertentu yang diterima dengan baik oleh konsumen, maka banyak perusahaan lain yang dengan cepat akan membuat produk lain dengan komposisi yang sama. Istilah yang digunakan untuk fenomena ini adalah "Fast Beauty".
Istilah "Fast Beauty" mengacu pada kosmetik dan produk perawatan kulit yang diproduksi dan dipasarkan dengan cepat sebagai hasil dari pergeseran preferensi konsumen. Hal ini berbeda dengan industri kecantikan sebelumnya, yang membutuhkan waktu lama untuk mengembangkan produk sebelum dipasarkan.
Fast Beauty dan Fast Fashion bisa dibilang identik. Perusahaan dengan cepat mengembangkan dan menyediakan sejumlah besar produk baru dengan harga yang kompetitif dalam upaya untuk tetap menjadi yang terdepan dalam tren pasar. Tren ini berpotensi meningkatkan kebiasaan konsumsi masyarakat karena begitu banyak barang baru yang muncul begitu cepat. Selain itu, meluasnya produksi kosmetik dapat berpotensi merusak pasar dan lingkungan.
Contoh nyata bagaimana tren kecantikan dengan cepat merusak pasar adalah semakin populernya produk-produk asing, seperti dari Cina, di Indonesia karena pemasaran yang agresif oleh influencer lokal dan platform media sosial dengan harga murah dan menjanjikan hasil yang instan. Karena produk-produk ini dianggap berbahaya bagi pasar lokal, keberadaan mereka telah memicu kontroversi. Perusahaan lokal yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk membangun reputasi bersaing dengan membanjirnya produk-produk impor, yang seringkali tidak memiliki tujuan jangka panjang. Kekhawatiran akan dampak buruk terhadap lingkungan juga muncul karena produk-produk tersebut sering kali mengandung bahan-bahan yang belum tentu aman dan ramah lingkungan.
Perkembangan cepat situs media sosial seperti X, Instagram, dan TikTok adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap munculnya Fast Beauty. Karena di sanalah munculnya tren yang membuat orang merasa membutuhkan produk baru. Hal ini juga dipengaruhi munculnya beauty vlogger, beauty influencer, dan sejenisnya. Beauty vlogger adalah orang yang membuat dan memposting video tentang kecantikan ke platform media sosial. Video-video ini bisa mencakup tips perawatan kulit, tutorial make up, dan ulasan produk dan mereka memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pemirsa dan membuat banyak dari mereka takut ketinggalan tren (FOMO).
Selain itu, pemasaran afiliasi adalah strategi baru dalam pemasaran digital yang sulit untuk diabaikan. Strategi ini melibatkan promosi brand kecantikan tertentu di media sosial dengan imbalan komisi jika konsumen melakukan pembelian menggunakan tautan yang mereka berikan. Untuk menarik konsumen, mereka berusaha sekreatif mungkin dan memberikan ulasan produk sebelum atau sesudah pemakaian.
Taktik pemasaran yang umum untuk produk perawatan kulit adalah dengan memanfaatkan insecurity (rasa tidak aman dan kurang percaya diri). Konsumen di usia muda diyakinkan untuk mengikuti perawatan kulit yang panjang dan rumit. Perusahaan juga akan berusaha meyakinkan konsumen bahwa produk mereka adalah jawaban untuk masalah kecantikan wanita. Pemasaran ekstensif para influencer sebenarnya telah memperburuk tren fast beauty dan menumbuhkan budaya konsumerisme.
Budaya konsumerisme yang berlebihan dalam budaya kita mendorong kebiasaan buruk dengan mengabaikan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendesak. Namun, keserakahan kapitalisme selalu menimbulkan masalah. Melansir dari indonesia-neo.com. Seorang wanita Muslim, menurut Islam, harus menghindari godaan untuk menjalani gaya hidup konsumtif. Sebaliknya, kita harus menasihati wanita Muslim lainnya untuk menjaga kecantikan mereka dengan menjauhkan diri dari gaya hidup seperti itu dan menjadi lebih bertaqwa kepada Allah. Kita tidak boleh merasa rendah diri atau minder karena keterbatasan fisik. Di mata Allah, nilai seseorang tidak bergantung pada penampilan luarnya.
Salah satu masalah yang ditimbulkan dari Fast Beauty adalah efeknya terhadap lingkungan. Plastik sering digunakan dalam pengemasan produk baru. Seringkali, barang-barang ini digunakan dalam waktu singkat sebelum digantikan oleh tren terbaru. Akumulasi sampah ini memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Daur ulang yang salah dari beberapa kosmetik sebagian besar menjadi penyebabnya. Selain itu, hanya 9% dari kemasan plastik yang benar-benar dapat didaur ulang, menurut laporan British Beauty Council; sisanya dibuang ke tempat pembuangan sampah. Mayoritas produk kecantikan sulit didaur ulang karena sebagian besar wadahnya terlalu kecil, ukurannya bervariasi, dan menggunakan jenis plastik yang berbeda. Jika masalah ini tidak diperbaiki, nantinya tidak hanya akan merusak lingkungan, tetapi juga akan berdampak negatif pada ekosistem tanah dan air. Penggunaan bahan-bahan ini dalam jangka panjang berkontribusi pada krisis lingkungan global, yang merugikan kesehatan manusia.
Fast beauty juga menciptakan masalah etika yang serius. Gaji yang rendah dibayarkan kepada para pekerja dalam produksi massal banyak barang kecantikan. Melansir dari Ultimagz.com bahwa dalam upaya untuk membuat barang dengan cepat dan murah, beberapa bisnis mengeksploitasi pekerja dengan mengabaikan dan melanggar hak-hak mereka. Pelanggaran ini termasuk membayar gaji yang tidak mencukupi, mempekerjakan anak-anak dibawah umur dan menciptakan kondisi kerja yang berbahaya dan kejam. Selain itu, banyak perusahaan yang mengorbankan kualitas demi kecepatan. Prosedur produksi yang tergesa-gesa mengurangi jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengujian barang-barang yang aman bagi lingkungan dan kesehatan.
Sebagai respon terhadap tren fast beauty yang semakin meluas, gerakan Slow Beauty menjadi semakin populer. Melansir dari kompas.com. Konsep di balik slow fashion dan slow beauty serupa: untuk mengurangi konsumsi dan pemborosan yang tidak perlu, kita harus membeli produk yang dibuat dengan bahan-bahan yang berkelanjutan dan aman. Menerapkan slow beauty berarti mendorong konsumen untuk memilih produk berkualitas tinggi, tahan lama, aman, dan ramah lingkungan. Gerakan ini tidak hanya tentang produk yang digunakan tetapi juga bagaimana memandang kecantikan. Slow beauty menekankan bahwa kecantikan yang sesungguhnya tidak harus diperoleh dengan cepat atau dengan banyak hal. Sebaliknya, kecantikan dirawat dengan konsisten dan bertahap melalui penggunaan produk yang mendukung kesejahteraan lingkungan dan individu dalam jangka panjang.
Tren fast beauty mengingatkan kita bahwa menjadi cantik tidak hanya melibatkan penampilan yang menarik, tetapi juga melibatkan kepedulian terhadap lingkungan dan kesehatan jangka panjang. Kapitalisme adalah fondasi dari konsumerisme, dan kita adalah pionya. Dengan meningkatnya kesadaran konsumen, kita seharusnya dapat memilih produk kecantikan dengan lebih bijak dan tidak terlalu tergiur dengan budaya konsumsi instan dan tren yang cepat berlalu.Â
Referensi:
Habib, M. A., Ratnaningsih, A. P., & Nisa, K. K. (2019). The Construction of the Ideal Male Body Masculinity In The Mister International Pageant. Journal of Urban Sociology, II(2), 4-15.
INDONESIA.GO.ID Portal Informasi Indonesia. (2024, Februari 20). Kinclong Industri Kosmetik Tanah Air. Retrieved 12 12, 2024, from indonesia.go.id: https://indonesia.go.id/kategori/editorial/7984/kinclong-industri-kosmetik-tanah-air?lang=1
kompas.com
indonesia-neo.com
ultimagz.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI