Mohon tunggu...
Minkhatul Maula
Minkhatul Maula Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Tertarik Belajar Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Beauty

OPINI: Mengurai Dampak Fast Beauty Antara Kecantikan dan Konsumerisme

19 Desember 2024   09:40 Diperbarui: 19 Desember 2024   09:40 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://www.istockphoto.com/id/search/2/image-film?phrase=produk+kecantikan

Budaya konsumerisme yang berlebihan dalam budaya kita mendorong kebiasaan buruk dengan mengabaikan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendesak. Namun, keserakahan kapitalisme selalu menimbulkan masalah. Melansir dari indonesia-neo.com. Seorang wanita Muslim, menurut Islam, harus menghindari godaan untuk menjalani gaya hidup konsumtif. Sebaliknya, kita harus menasihati wanita Muslim lainnya untuk menjaga kecantikan mereka dengan menjauhkan diri dari gaya hidup seperti itu dan menjadi lebih bertaqwa kepada Allah. Kita tidak boleh merasa rendah diri atau minder karena keterbatasan fisik. Di mata Allah, nilai seseorang tidak bergantung pada penampilan luarnya.

Salah satu masalah yang ditimbulkan dari Fast Beauty adalah efeknya terhadap lingkungan. Plastik sering digunakan dalam pengemasan produk baru. Seringkali, barang-barang ini digunakan dalam waktu singkat sebelum digantikan oleh tren terbaru. Akumulasi sampah ini memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Daur ulang yang salah dari beberapa kosmetik sebagian besar menjadi penyebabnya. Selain itu, hanya 9% dari kemasan plastik yang benar-benar dapat didaur ulang, menurut laporan British Beauty Council; sisanya dibuang ke tempat pembuangan sampah. Mayoritas produk kecantikan sulit didaur ulang karena sebagian besar wadahnya terlalu kecil, ukurannya bervariasi, dan menggunakan jenis plastik yang berbeda. Jika masalah ini tidak diperbaiki, nantinya tidak hanya akan merusak lingkungan, tetapi juga akan berdampak negatif pada ekosistem tanah dan air. Penggunaan bahan-bahan ini dalam jangka panjang berkontribusi pada krisis lingkungan global, yang merugikan kesehatan manusia.

Fast beauty juga menciptakan masalah etika yang serius. Gaji yang rendah dibayarkan kepada para pekerja dalam produksi massal banyak barang kecantikan. Melansir dari Ultimagz.com bahwa dalam upaya untuk membuat barang dengan cepat dan murah, beberapa bisnis mengeksploitasi pekerja dengan mengabaikan dan melanggar hak-hak mereka. Pelanggaran ini termasuk membayar gaji yang tidak mencukupi, mempekerjakan anak-anak dibawah umur dan menciptakan kondisi kerja yang berbahaya dan kejam. Selain itu, banyak perusahaan yang mengorbankan kualitas demi kecepatan. Prosedur produksi yang tergesa-gesa mengurangi jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengujian barang-barang yang aman bagi lingkungan dan kesehatan.

Sebagai respon terhadap tren fast beauty yang semakin meluas, gerakan Slow Beauty menjadi semakin populer. Melansir dari kompas.com. Konsep di balik slow fashion dan slow beauty serupa: untuk mengurangi konsumsi dan pemborosan yang tidak perlu, kita harus membeli produk yang dibuat dengan bahan-bahan yang berkelanjutan dan aman. Menerapkan slow beauty berarti mendorong konsumen untuk memilih produk berkualitas tinggi, tahan lama, aman, dan ramah lingkungan. Gerakan ini tidak hanya tentang produk yang digunakan tetapi juga bagaimana memandang kecantikan. Slow beauty menekankan bahwa kecantikan yang sesungguhnya tidak harus diperoleh dengan cepat atau dengan banyak hal. Sebaliknya, kecantikan dirawat dengan konsisten dan bertahap melalui penggunaan produk yang mendukung kesejahteraan lingkungan dan individu dalam jangka panjang.

Tren fast beauty mengingatkan kita bahwa menjadi cantik tidak hanya melibatkan penampilan yang menarik, tetapi juga melibatkan kepedulian terhadap lingkungan dan kesehatan jangka panjang. Kapitalisme adalah fondasi dari konsumerisme, dan kita adalah pionya. Dengan meningkatnya kesadaran konsumen, kita seharusnya dapat memilih produk kecantikan dengan lebih bijak dan tidak terlalu tergiur dengan budaya konsumsi instan dan tren yang cepat berlalu. 

Referensi:

Habib, M. A., Ratnaningsih, A. P., & Nisa, K. K. (2019). The Construction of the Ideal Male Body Masculinity In The Mister International Pageant. Journal of Urban Sociology, II(2), 4-15.

INDONESIA.GO.ID Portal Informasi Indonesia. (2024, Februari 20). Kinclong Industri Kosmetik Tanah Air. Retrieved 12 12, 2024, from indonesia.go.id: https://indonesia.go.id/kategori/editorial/7984/kinclong-industri-kosmetik-tanah-air?lang=1

kompas.com

indonesia-neo.com

ultimagz.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun