Slamet baru saja kembali dari berlibur ke Semarang. Sebagai oleh-oleh, Slamet berencana membagikan Lumpia Semarang yang dia beli ke tetangga-tetangganya, termasuk Memey.
"Kulo Nuwun.. Memey!" panggil Slamet
"Haiyaa.. Hallo Slamet!" sapa Memey sewaktu keluar rumah
"Ini ada oleh-oleh buat kamu.." ucap Slamet sambil menyodorkan box bambu berisi Lumpia
"Wah terimakasih banyak Slamet! Saya sangat suka Lumpia Semarang.." ujar Memey
"Sama-sama Memey.." ucap Slamet
"Lumpia Semarang ini selain enak juga jadi bukti akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa loh.." ujar Memey
"Wah gimana tuh ceritanya? Aku malah kurang tau tentang hal itu.." ucap Slamet
"Haiyaa.. Kamu mah sukanya cuma makan Lumpia saja!" ujar Memey
"Hahaha.. Tau aja kamu, Mey!" tawa Memey
Siapa nih, Sobat Minilemon yang seperti Slamet dan Memey yang sangat suka makan Lumpia?
Saat Sobat Minilemon pergi ke Semarang, wajib untuk mampir dan mencicipi Lumpia Semarang. Lumpia seakan menjadi salah satu makanan ringan atau snack yang paling direkomendasikan untuk dicoba.
Teksturnya yang renyah di luar, namun memiliki isian yang penuh didalamnya memang cocok untuk menjadi hidangan pengganjal lapar.
Berbicara tentang Lumpia, Memey sempat menyebutkan bahwa lumpia ini merupakan jajanan akulturasi antara budaya Jawa dan Tionghoa. Sobat Minilemon penasaran tidak, Lumpia ini sebenarnya asalnya dari mana sih? Benarkah asli Semarang?
Kisah Cinta Tjoa Thay Yoe dan Warsih
Sobat Minilemon sudah bisa menebak belum, Lumpia Semarang ini makanan asal Tionghoa atau Jawa? Kira-kira yang benar asli mana ya?
Yuk kita cek sejarah terciptanya Lumlia Semarang. Ternyata Lumpia semarang ini tercipta dari sebuah kisah romantis.
Pada tahun 1800-an atau abad ke 19, Tjoa Thay Yoe, seorang perantau dan saudagar China datang untuk mengadu nasib di Semarang. Untuk bertahan hidup, Tjoa Thay Yoe menjual martabak dengan isian rebung dan cincangan daging babi yang bercita rasa gurih khas masakan China.
Dalam berbisnis, ternyata Tjoa Thay Yoe yang merupakan pendatang harus bersaing dengan Wasih seorang pedagang makanan dan merupakan orang Jawa asli. Wasih juga menuual masakan serupa dengan Thay Yoe, namun tidak menggunakan dagung babi dan rebung, melainkan dengan isian daging ayam, udan dan telur bercita rasa manis.
Persaingan bisnis tersebut ternyata berujung pada pertemanan. Tjoa Thay Yoe dan Wasih akhirnya menjadi teman dan sering bertukar resep tentang masakan.
Ada pepatah Jawa, "Witing Tresno Jalaran Soko Kulino" yang memilki arti bahwa cinta hadir atau tumbuh karena terbiasa. Hal tersebutlah yang dialami Tjoa Thay Yoe dan Wasih, sehingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Selain menjadi bukti persatuan dua budaya, pernikahan Tjoa Thay Yoe dan Wasih juga menghasilkan suatu masakan baru yang identik dengan latar belakang mereka berdua. Lalu lahirlah masakan Lumpia Semarang yang dengan luaran kulit lumpia dan isian rebung yang dicampur dengan udang, ayam dan telur dengan cita rasa manis. Tentunya Lumpia Semarang ini menjadi masakan halal karena tidak menggunakan bahan makanan dari babi.
Usaha Tjoa Thay Yoe dan Wasih terus dilanjutkan oleh putrinya (Tjoa Po No) dan generasi selanjutnya seperti Lumpia Gang Lombok, Lumpia Pemuda (Mbak Liem) dan Lumpia Mataram.
Diakui UNESCO Sampai Ada Kampung Lumpia
Lumpia Semarang memiliki sejarah yang panjang dan tak terlepas dari dinamika sosial masyrakat Indonesia. Meski pada era Orde-Baru terdapat pembatasan aktivitas budaya atau asimiliasi etnis Tionghoa, namun Lumpia Semarang yang notabene merupakan warisan budaya Tionghoa dan Jawa terus bertahan bahkan terus eksis hingga saat ini.
Dikarenakan sudah menjadi masakan yang lekat dengan masyarakat, bahkan sampai terdapat kampung yang khusus memproduksi kulit lumpia tertua di Indonesia.
Kampung Kranggan yang terletak di Kelurahan Kranggan, Semarang Tengah, Kota Semarang ini diresmikan sebagai tempat wisata sentra kulit lumpia pada Februari tahun 2018.
Di tenpat ini Sobat Minilemon dapat mengunjungi 45 rumah yang memproduksi kulit lumpia. Tempat usaha ini sudah dimulai sejak 20 tahun yang lalu atau diperkirakan dirintis pada tahun 2003. Kampung Kulit Lumpia ini terbentuk karena tingginya permintaan untuk kulit lumpia.
Kelezatan Lumpia Semarang ini sampai dijadikan warisan budaya nusantara oleh UNESCO pada 2014 lalu, bahkan sempat ingin diklaim oleh Malaysia.
Ternyata Lumpia Semarang bukan berasal dari hanya budaya Tionghoa atau Jawa saja, namun merupakan hasil akulturasi budaya keduanya. Lumpia Semarang mengajarkan pada kita bahwa perbedaan bukan menjadi halangan untuk hidup berdampingan. Justru dengan adanya perbedaan dapat menciptakan suatu yang indah, seperti hadirnya Lumpia Semarang ini.
Bagaimana Sobat Minilemon? Sudah tidak bingung lagi bukan asal dari Lumpia Semarang?
Jangan lewatkan keseruan dan info menarik lainnya dari para Minilemon di instagram @minilemon_id atau cek di website : minilemon.id ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H