Maen Jaran atau pacuan kuda tradisional, ternyata sudah rutin dilakukan sejak zaman penjajahan kolonial dulu. Karena bersifat tradisional, arena untuk pacuan kuda tidak menggunakan bangunan khusus, melainkan hanya menggunakan tanah lapang. Selain itu, dulunya tradisi ini hanya dilakukan untuk hiburan dengan adu ketangkasan menunggang kuda, bukan untuk berkompetisi. Pesertanya-pun bisa siapa saja, asalkan memiliki kuda yang siap.
Namun, seiring berkembangnya waktu, Tradisi Maen Jaran pun mulai berkembang. Dari peralatan keselamatan untuk para joki atau penunggang kuda, sampai menjadi sebuah kompetisi mirip seperti Pacuan Kuda. Saat ini, Maen Jaran dijadikan ajang kompetisi dimana kuda pemenangnya memiliki nilai jual yang tinggi.
Kuda Sumbawa, dulunya Kuda Perang
Menurut sejarah, Kuda Sumbawa memang terkenal dengan ketangkasannya. Kuda ini terkenal sejak abad ke 7 Masehi, untuk kendaraan perang.
Menurut buku Negarakertagama karya Empu Prapanca, beberapa raja dan bangsawan dari Kerajaan Kediri, Singosari dan Majapahit menggunakan kuda ini sebagai tunggangan mereka.
Pada zaman kolonial, banyak Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memesan khusus kuda ini sebagai tunggangan, karena dinilai sebagai kuda terbaik pada masa itu. Bahkan, pada waktu Perang Diponegoro, Pangeran Diponegoro menunggangi kuda hasil persilangan kuda arab dan kuda sumbawa loh..
Selain Tangkas Juga Menghasilkan Susu yang Bermanfaat
Di Sumba ternyata sangat banyak masyarakat yang memelihara kuda. Satu rumah memiliki minimal satu kuda. Bahkan kuda liar masih banyak ditemukan di daerah ini.
Menariknya, ternyata kuda Sumbawa tidak hanya digunakan sebagai sarana transportasi, namun juga dapat menghasilkan susu loh, Sobat Minilemon..
Tahukah Sobat Minilemon, berbeda dengan susu sapi yang harus diproses dulu atau di pasteurisasi sebelum dikonsumsi, susu kuda ternyata bisa langsung dikonsumsi tanpa diproses terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan dalam susu kuda terdapat zat anti mikorba alami yang membuatnya bertahan sampai 5-6 bulan di ruang terbuka.