Penonton sekaligus penikmat drama Korea melonjak drastis sejak adanya kebijakan WFH. Drama Korea berhasil membius tidak hanya kaum hama namun juga kaum Adam. Remaja, dewasa juga usia senja. Seolah drama Korea mendapat tempat istimewa di hati pemirsa.
Menariknya kehebohan ini tidak hanya terjadi di Indonesia semata. Terbukti dari trending topik yang sering mencuat dari beberapa negara dengan penduduk 'penghamba' drama Korea.
Sejatinya demam Drakor bukan hal yang aneh. Sangat mudah diprediksi. Satu-satunya yang bikin cemas adalah adanya pendatang (fans) pecinta Drakor musiman. Yang baru kenal drama Korea jalur Corona tapi seolah paham sejarah dan seluk beluk perdrakoran. Tidak jarang menimbulkan kehebohan dengan membagikan spoiler atau yang lebih parah membuat kubu-kubuan.
Heh, mau nonton atau mau tanding basket? Sampai-sampai belum lama ini ada cuitan netizen yang viral berujar: baru kali ini nonton drakor berasa ikut pemilihan presiden.
Bukankah wajar jika sebuah drama memang ada yang tersakiti? Bukankah wajar jika tidak semua drama berakhir bahagia? Bukankah wajar drama dibumbui roman-roman picisan menjual cerita di kaya dan miskin? Lantas sudah wajar kalau penonton punya sudut pandang sendiri. Yang gak wajar itu kalau ngotot dan menyalahkan penulis skenario sekaligus sutradaranya. Enggak terima sih boleh, tapi ya enggak harus lantas menghujat sampai ke akun pemainnya dong. Kok ya selo sekali.
Apapun drama ya tetaplah drama. Lahan bisnis bagi 'mereka' sekaligus lahan hiburan bagi kita. Kalau sampai ada yang puyeng, harusnya mereka pembuat dramanya bukan kita penonton.
Semoga ngomong ginian enggak sampai buat fans militan pada ngamuk. Saya takut dibully gara-gara drama Korea.
Saya ini penikmat drama Korea. Ya meski tidak semilitan kenalan kamu sih. Drama Korea yang saya tonton pun tidak terlalu banyak dibanding yang sudah ditonton mantan kamu. Bukan penikmat satu genre, lebih suka campuran. Bahkan drakor kolosal juga cocok dijadikan tontonan.
Saya tipikal menikmati drama tidak hanya mengincar jalan cerita tapi juga keseluruhan. Saya bisa jatuh cinta karena pemilihan pemainnya. Bisa lama-lama nonton karena ceritanya. Tidak jarang jatuh hati dengan pernak pernik bahkan dekor juga lokasi syuting.
Pernah gak kamu jatuh hati sama properti yang dipakai dalam drama Korea? Saya sering dong.
Saya menghindari debat unvaedah yang sering terlontar di sosial media. Tapi sering ngikutin (baca) war antar para fans.
Dari sekian banyak drama Korea yang saya tonton punya porsi sendiri di hati dan pikiran. Tidak semua drama saya ingat bahkan nama pemainnya pun sering lupa. Tapi ada juga yang saya rela untuk mengulang-ulang menontonnya.
Agaknya kubu-kubuan atau tim-timan bermula dari sini. Koreksi jika saya salah karena sepertinya salah. Pokoknya di drama ini saya tahu penonton terbagi menjadi #TimJungpal dan #TimTaek. Tim ini hadir jauh sebelum adanya Tim Dosan dan Tim Jipyeong.
Saya sendiri di reply 1988 suka keduanya (Taek dan Jungpal). Ya meski agak-agak ada kurang dengan akhir kisahnya. Agak gak rela dengan endingnya. Agak-agak masih belum puas dan berharap ada lanjutannya.
Kalau ditanya kenapa drama Korea ini sangat menganggu pikiran saya, sebab di drama ini banyak kenangan usang di masa lalu yang begitu hidup. Sangat melekat. Bahkan berasa ikut merasakan keseruan anak-anak gang Ssangmundong.
Drama Korea reply 1988 mungkin satu-satunya drama yang tidak ada tokoh antagonisnya. Tidak ada penjahatnya. Konflik kuatnya ada di masing-masing tokoh. Kalau misal suatu hari ada dibuat kisah dari satu-satu tokohnya sepertinya seru dan sangat bisa sekali.
Reply 1988 dan seri reply lainnya meski tidak saling berkesinambungan alias jalan sendiri-sendiri namun selalu ada satu adegan yang seolah sengaja dibuat untuk menghubungkan celah diantaranya.
Sebagai orang yang juga berkecimpung di skenario (meski gak rajin) saya sering menebak jalan cerita dan ending dari sebuah drama. Sayangnya tebakan saya sering benar.
 Selain reply 1988 sebenarnya banyak drama Korea lainnya yang mempengaruhi saya. Bahkan di awal tahun 2021 ini saja sedikitnya ada dua drama Korea yang saya ikuti tiap pekannya. True  Beauty dan Mr. Queen.
Drama on going lebih hangat dibicarakan dibanding drama lawas. Meski tidak sedikit juga drama on going yang ternyata jauh dari ekspektasi.
Jeleknya hampir tiap hari selalu ada postingan dengan unsur mengadu toko utama dan tokoh kedua. Second lead mendadak jadi hal yang wajib diomongkan. Mungkin kelak jika ada seminar tentang drama Korea, tema second lead atau sadboy bakal jadi tema yang menyedot banyak pengunjung.
Tadinya saya mau menulis daftar drama Korea favorit di sini, tapi sudahlah kapan-kapan saja. Yang jelas bagi saya drama ya drama. Sebatas tempat di mana saya mencari hiburan super murah. Sekaligus mengokohkan kehaluan yang sering kelewat batas dalam diri saya.
Borahae,
Drakor emang candu tapi jangan lupa kesehatan nomer satu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H