"Kita akan pulang. Dan suatu hari nanti kita akan menuliskan dan mengambarkan, mimpi yang kita tiupkan ke orang-orang  di tanah ini dalam kitab di tempat kita."
"Baik. Kita pulang."
Dengan cara yang sama, Gady dan Atlas menunjuk sebuah lorong dalam kitab. Dengan bergenggaman tangan mereka pulang menuju tempat asal mereka. Dan akan menulis dan menggambar lagi sesuai dengan kejadian yang tengah terjadi. Sesuai dengan ucapan kotak radio di atas kepala mereka.
Hingga suatu hari nanti akan didengar suara kotak itu berucap, "Hijau. Kedamaian telah tercipta di sebuah tanah di planet luar. Kekuatan mimpi mempengaruhi mereka untuk yakin akan sebuah Zat yang dahsyat yang telah menciptakan mereka. Manusia, biasa mereka disapa adalah sosok mahkluk yang mulia yang mempunyai mimpi dan peradaban yang beradab. Mengakui adanya sebuah unsur Zat terdahsyat sejagad raya."
Atlas dan Gady tersenyum mendengarnya. Kini mereka tak lagi sungkan untuk menggambar dan menulis apa yang selama ini ingin mereka gambar dan tuliskan dalam kitab yang sengaja mereka siapkan. Sebuah kitab yang unik, terbentuk dari tanah dan abu vulkanik yang mereka cetak beberapa puluh abad yang lalu saat mereka mengunjungi tanah Merapi tempo dulu kala.
"Apa kamu siap Atlas?"
"Gady, aku selalu siap menggambar sebuah keindahan. Apa kamu siap menulis?"
"Tak ada keraguan sama sekali menuliskan tentang alam yang indah dan kaya itu."
"Apa kau menyesal sempat meniupkan mimpi?"
"Tak ada penyesalan dari sebuah mimpi indah."