Satu Dekade Nanamia
Godaan pada pandangan pertama selalu menimbulkan rasa rindu. Sementara rindu sendiri serupa aruma manis di pasar malam yang begitu lembut, manis dan meninggalkan warna.
Saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Jatuh cinta pada suasana yang melebihi bayangan sebelumnya. Mendadak saya benar-benar merasa seorang Pisces yang begitu romantis, bahkan sebuah tempat parkir dengan deretan motor terparkir rapi bagai baju di tali jemuran berpadu dengan jalinan rumput di tembok mendukung keromantisan sore itu.
Telah sejak ribuan tahun Italia terkenal dengan keromantisannya.
Seorang bule berkaos putih dengan hidup tegap menuding ke depan melempar senyum yang langsung membuat saya meleleh dan mendadak berbisik ke kawan, "mau yang itu kaos putih, arghhh aku enggak salah tempat. Fix ini keren."
Saya menyukai tempat ini bahkan sebelum saya mengenalnya. Nanamia, begitu mereka menyebut tempat makan nuansa pesta kebun.
Suasana pesta kebun,
Nanamia Pizzeria, begitu orang mengenal resto asli Italia ini.
Saya sendiri telah lama mendengar nama resto ini namun baru saja punya kesempatan untuk berkunjung.Â
Jauh sebelum kunjungan, saya sudah pernah mendengar komentar baik tentang Nanamia. Salah satunya adalah cerita dari seorang Chef asli Italia dalam festival kuliner internasional.
Jadi beberapa bulan yang lalu, saya diundang sebuah hotel berbintang di Yogyakarta untuk konferensi pers acara Festival Kuliner Internasional dimana salah satu menunya adalah menu masakan Italia. Pula hotel tersebut mendatangkan langsung chef terkenal dari Italia yang konon chef ini juga pernah mendapat orderan dari pihak keraton.
Sebagai chef berpengalaman saya percaya dengan ilmu beliau membahas dunia kuliner. Chef ini merupakan salah satu chef eksklusif yang jika memasak maka dia membutuhkan bahan-bahan berkualitas dan kalau memang harus import ya import. Beliau dengan karakternya yang seperti itu ternyata adalah seorang yang susah mendapatkan makanan sesuai dengan yang diinginkan. Jika sedang berkunjung ke Yogyakarta, maka Nanamialah rumah makan yang sesuai dengan lidah dan ekspetasi dia.
Kalau chef kondang saja bicara demikian, saya bisa apa?
Nanamia; sebuah perjalanan dan buah hati dari cinta
Percayakan kalau orang Italia itu romantis romantis? Sudahlah percaya saja, kalau mau menyanggah, ya silakan cari bukti sendiri (datang ke Itali sana).
".... Saya beruntung, dia laki-laki baik, pintar masak, jadi ya saya nikahin saja."
Adalah sepenggal kalimat yang disampaikan dengan penuh tawa dari Ibu Nana selaku pemilik Nanamia memuji sang suami, Matthias.
Telah genap sepuluh tahun usia Nanamia Pizzeria, namun tidak semua orang pernah mendengar sejarah awal mula lahir resto keren ala Italia ini.
Sore yang syahdu, dengan penuh keramahan, Ibu Nana dan Pak Matthias didampingi dua staf yang selalu setia, mencoba menceritakan ulang kisah-kisah perjalanan Nanamia mulai dari sebuah ide/ keinginan hingga berdiri penuh keanggunan.
"Awalnya ya karena saya suka dengan masakalan Italia." Ibu Nana menepuk pundak Pak Matthias sambil mengingat masa sepuluh tahun lalu. "Saat itu belum ada restoran yang memasak pizza gaya Itali. Ada satu itu pun di hotel berbintang dan harganya mahal. Nah karena itu muncul pemikiran kenapa enggak buka resto sendiri dengan menu makanan Itali dengan harga terjangkau. Iya harga makanan di tempat kami dibandingkan dengan tempat lain beda jauh."
Pak Matthias berganti menyambung cerita sang istri. Ia bercerita bahwa sejak kecil sudah dekat dengan dunia kuliner. Ayahnya adalah seorang pemotong hewan ternah. Lantas dia mulai menekuni dunia kuliner (dapur). Ia lebih memilih keliling keliling dengan terus mengembangkan kemampuan memasaknya, hingga akhirnya ia tiba di Indonesia, lalu kuliah dan jatuh cinta sama Bu Nana. Menikah dan membuat resto bersama yang terkenal dengan nama Nanamia Pizzeria.
Klasik asyik
Memang benar kalau Nanamia adalah rumah makan Itali dengan segala macam khas Italia. Yang membedakan Nanamia dengan tempat pizza lain adalah bahwa di sini masih mempertahankan tungku api sebagai tempat untuk memasak pizza.
"Jika tempat lain menggunakan oven, kami tetap memilih tungku api."
"Iya dulu kami eksperimen juga tungku seperti apa yang bagus untuk pizza hingga didapat komposisi yang pas."
Pula yang membedakan tungku di sini yaitu kayu bakarnya khusus kayu-kayu bakar dari pohon buah-buahan.Â
Dari cerita Bu Nana konon pohon buah-buahan akan menimbulkan aroma lezat untuk pizza yang dimasak di atas apinya.
Dukung produk lokal import
Hal yang paling dasar, kesuksesan sebuah restoran ternyata terletak kepada kepuasan pelanggan-pelanggannya. Sekecil apa pun komplain dari pelanggan dijadikan masukan yang akan ditemukan rumus terbaiknya.
Pak Matthias selalu mendengarkan apa keinginan yang diharap dari masing masing orang yang berkunjung ke Nanamia.
"Kami suport produk lokal. Sempat juga dibantu peternakan di Boyolali untuk memenuhi keju. Sayangnya ternyata hal itu tidak bisa bertahan lama."
Ibu Nana bercerita tentang peternakan di Boyolali yang kekalahan untuk mengirimkan bahan yang sama setiap harinya.
"Kami bukannya tidak suport produk lokal, hanya saja memang kualitasnya tidak bisa selalu sama dan tidak selamanya bisa memenuhi permintaan kami."
Nanamia selalu menggunakan keju mozzarella dari peternakan New Zealand. Begitu pun bahan yang lain. Beberapa bahan memang sengaja import untuk menghasilkan makanan yang sesuai harapan pelanggan.
Malam semakin lanjut, langit sedikit bintang. Lampu dan lilin dinyalakan di meja masing-masing.
Pesanan saya akan meluncur dengan segera.
Saya baru tahu kalau di Nanamia ini chefnya juga asli Italia. Konsep restonya dibuat nyaman dan meriah.
Susana selalu semarak. Bahkan sampai antri jika ingin makan di tempat.
Cuaca sangat romantis, rekomendasi untuk pesta kebun. Hanya saja di Nanamia Tirtodipuran kira kira hanya bisa menampung 150 orang saja. Sementara di Jalan Mozez lebih sedikit lagi.
Iya, Nanamia di Yogyakarta ada dua tempat. Kota lain semoga menyusul. Karena konon banyak peminat di kota lain yang minta dibuka cabang.
Buka setiap hari, Nanamia menjadi tempat asyik untuk berkumpul. Long weekend Nanamia adalah hari Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H