Konon Mamahke ini juga memakai resep yang diturunkan dari Ibundanya Mas Hanung. Itu yang membuatnya beda dengan panganan yang lain.
Sambil mencoba mengira-ira apa saja bahan yang dicemplungkan dalam adonan cake itu (dengan cara mengunyah sambil sok-sok menelaah) saya mendengar tuturan selanjutnya dari Mas Hanung tentang mengapa mereka buka tempat oleh-oleh berisikan jajanan.
“Tujuannya ingin memberikan alternatif oleh-oleh jika ada temen main ke Jogja. Kalau membuat film itu sudah pekerjaan biasa. Bisnis kuliner ini baru bagi kami dan masih meraba-raba. Maka dari itu mohon teman-teman bisa kasih masukan agar nanti Mamahke ini benar-benar kerasa banget. Aku sendiri ingin tempatnya nanti nuansa Jogja banget. Pakai ornamen dan perabot kayu-kayu jati.”
Sejujurnya saya iri banget dengan ‘kemujuran’ yang dialami para selebriti Tanah Air tercinta ini. Selalu saja apa-apa bisnis yang mereka jalankan pasti laris manis. Sementara saya jualan buku Le Mannequin dan Pamaren Patah Hati saja sungguh gerilya dari subuh sampai subuh. *anggap saja begitu* Namun hasilnya ya gitu-gitu ajah. Jangankan pada antri pakai nomer antrian, sehari laku sepuluh biji saja alhamdulilah banget.
Pertanyaannya apa iya seorang Mini GK harus jadi selebriti dulu biar karya-karyanya laris manis dan subur sepanjang masa bagai lumut di kelembapan??
“Aku enggak ngerti gimana cara marketing kuliner,” Mbak Zaskia seolah-olah baru saja membaca apa yang saya pikirkan. Mungkin batok kepala saya transparan hingga bisa terbaca dengan mudah.
“Aku konsultasi sama Irwansyah. Dan dia yang siap membantu marketing Mamahke. Jadi usaha ini kerjasama dengan Bella, Irwansyah, Zaskia Sungkar dan Teuku Wisnu.”
Tuhan, mungkin lain kali saya juga perlu join kerjasama dengan Mas Wisnu Nugroho, Kang Pepih, Mas Iskandar Zulkarnaen, lalu minta bantuan Abang Rizky Saragih dan Kak Kevinalegion biar karya yang saya ciptakan meledak-ledak di Bumi Pertiwi.
Antara Mamahke, Sate Klathak dan Bakpia
“Kenapa milihnya roti bukan soto, sate atau makanan berat lain karena....” Mas Hanung menjelaskan dengan semangat juang seorang owner, “karena aku kesulitan untuk mencari pencuci mulut jika selesai makan berat. Juga aku inginnya biarlah orang-orang seperti sediaka kala jika sate klathak ya ingatnya sama Pak (sebut nama), jika makan soto ingatnya sama (sebut nama).”
Dari sini dapat saya simpulkan bahwa Mamahke berdiri tidak untuk menyaingi macem kuliner yang sudah ada melainkan ikut mewarnai dan memberi alternatif aneka kuliner.
Harapan Mamahke