“Mengapa orang Tionghoa memakai kebaya?” pertanyaan itu muncul dari kenalan yang juga merupakan panitia PBTY.
Saya menggeleng. Belum pernah sebelumnya kepikiran akan pertanyaan ini.
“Tidak tahu?” Beliau tersenyum. “Itu karena ibu mereka berasal dari Jawa. Namun karena bapaknya masih orang Tionghoa maka dibuatnya penyesuaian. Jadi bisa dilihat perbedaan kebaya Jawa dan Tionghoa.”
Menarik bagi saya.
Pekan Budaya Tionghoa baru saja dibuka. Masyarakat antusias untuk menyaksikan acara tersebut. Berbeda dari tahun sebelumnya yang digelar lima hari, kali ini PBTY 2017 digelar mulai tangga 5-11 Februari 2017. Seperti tahun sebelumnya, selalu ada tema dalam setiap perayaan. Kali ini “Pelangi Nusantara” menjadi tema utama. Hal ini diambil sebagai bentuk keberagaman budaya yang ada di Nusantara.
Acara ini terselenggara berkat kerjasama masyarakat Tionghoa, paguyuban dan pengusaha yang telah terorganisir. Dari tahun ke tahun pengunjung PBTY selalu meningkat. Dalam sehari saja pengunjung bisa sampai 7 ribu.
Kalau tahun lalu panitia PBTY berhasil menampilkan banyak budaya dari luar Jawa, maka PBTY 2017 kali ini akan lebih banyak menonjolkan tentang akulturasi budaya Tionghoa Jawa dan juga menghadirkan penari International. Tiga penari dari dua negara, Jepang dan India.
Setelah Imlek sebelum Cap Gomeh
“Kenapa acara ini dilaksanakan sesudah Imlek? Kenapa nggak pas Imlek atau jelang Imlek?”
Pertanyaan tersebut terjawab langsung oleh panitia.
Saya baru tahu jika Imlek itu mirip dengan Lebaran di tradisi Islam.