Beberapa hari yang lalu, setelah pulang dari aktifitas rutin mencari sesuap nasi (uduk atau goreng? Halah gak penting :D), saya mampir ke sebuah supermarket lokal yg cukup terkenal di kota tempat saya bekerja. Karena waktu itu sudah hampir adzan Magrib, maka saya memutuskan hanya akan mampir sekejap dan cuma membeli sabun pembersih lantai yang benar2 saya butuhkan untuk ngepel lantai malamnya.Â
Dasar saya orangnya cantik malas, maka saya pun masuk ke supermarket dalam keadaan helm masih terpasang, pikir saya toh saya cuman sesaat dan waktu itu antrian di kasir juga tidak banyak. Dengan langkah santai, saya langsung menunju rak tempat barang yg akan saya cari dan menemukan si pujaan hati sabun pembersih yang seakann terlihat memang sedang menunggu saya dengan setia#hahaha, lebay.
Belum selesai menarik si sabun, ternyata ada yg menyebut nama saya dan menepuk pinggang seksi saya dengan antusias. Ohh ternyata salah satu kawan lama saya yg cantik yang selanjutnya kita sebut saja dengan H. Saya pun menyalaminya dan tulus menanyakan bagaimana kabarnya karena kami cukup lama tidak bertemu. H menjawab bahwa dia baik2 saja dan sedang berbelanja susu untuk anaknya. Tapiiiiii, alih2 menanyakan kabar saya, si H malah memberondong saya dengan pertanyaan "loh, kamu koq naik motor, mobilmu mana?" Saya bahkan belum membuka mulut untuk menjawab ketika H melanjutkan dengan " dasar kamu Ming, punya mobil koq naik motor siyh, ini kamu pasti pulang kantor kan, koq kamu gag naik mobil siyh ke kantor? Ada2 aja. Apa kata orang nanti tuh liat kamu punya mobil tp naik motor?".Â
Ang ing eng, kalau ada CCTV di supermarket itu, pasti kelihatan banget deh seperti apa ekspresi muka saya saat itu. Ya Anda benar, seperti makan bakso yg dicampur dengan terong balado plus sayur asem dalam satu mangkok alias ANEH. Bukan apa2, hanya saja saya tidak memahami bahwa pertanyaan semacam itu terlontarkan dalam obrolan dua teman lama yg sudah sekian waktu tidak berjumpa (meskipun kami memang tinggal di kota yg sama). Saya cuma menjawab dengan senyum dan bilang bahwa saya jarang menggunakan mobil kalau bukan ada alasan yg 'mengharuskan' saya untuk memakai mobil. Saya juga katakan bahwa saya lebih senang naik motor karena saya orang yang suka mampir kesana kemari kalau pulang kantor. H tertawa ngakak dan mengatakan saya memang tidak berubah, tetap aneh seperti dulu. Hehehe, gak masalah. Kami pun berpisah setelah sempat bertukar pin BB.Â
Well, saya mengerti, sudah jamak di era sekarang bahwa kebanyakan kita melihat dan mengukur status sosial (atau bahkan, kebahagiaan) orang lain dari semua materi yang melekat dibadannya. Kita tidak lg memandang seseorang sebagai manusia utuh, tetapi melihat pada apa yang dia bawa, apa yang dia pakai, apa yg dikendarainya, dan apa jabatannya. Semakin seseorang terlihat 'kaya' maka semakin tinggilah status sosialnya. Saya sama sekali bukan merasa direndahkan Oleh teman saya tadi, tapi saya hanya miris betapa stigma "yang pakai mobil adalah selalu lebih dari yang hanya pakai motor' tersebut sudah mengalahkan rasa pedulinya terhadap seorang teman. Ya, bagaimana saya bisa mengatakan dia peduli kepada saya karena bahkan dia tidak mau repot berbasa basi menanyakan kabar saya kan? Entahlah.
Â
South Kal / 28 Nov 15
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H