Tetapi, hari itu, tidak demikian yang terjadi. Padahal saya tahu, di kursi tengah ada seorang anak muda duduk di sana. Sungguh perasaan tidak bisa menerima itu, seperti ada ungkapan dalam diri “Kok tidak adil?”. Namun, saya sadar, ketika saya mengatakan tidak adil, lantas siapa yang mau saya salahkan? Apakah Tuhan? Sementara sangat saya sadari, bahwa tidak ada satupun peristiwa yang terjadi, selain bertujuan demi kebaikan bagi manusia.
Nasehat Sang Bijak
Saya diam tidak mempersoalkan apapun lagi. Kecuali bertanya dalam diri, “Apa maksud Allah? Apa yang Allah ingin ajarkan kepada saya lewat peristiwa ini?” supaya bisa menenangkan emosi “perasaan tidak bisa menerima”. Setelah lima menit saya menghening dalam desakan penumpang busway. Perlahan hadir pemahaman dan pemikiran yang lebih memberdayakan bagi diri saya. Sehingga saya sangat mengerti, apa yang membuat kita merasa menderita, bila kebaikan yang kita lakukan tidak berbuah kepada kita?
Ada sang bijak menasehati saya di dalam. “Mad, apakah kamu merasa hidup ini tidak adil? Karena kamu pernah melakukan kebaikan (memberi tempat duduk kepada ibu hamil) sementara pada saat giliran istrimu yang hamil, tidak ada orang yang peka untuk berdiri dan mempersilahkan istrimu duduk? Apakah kamu menganggap, apa yang kamu lakukan itu sia-sia?”
Lalu sang bijak menasehati dengan nada lebih tinggi “Mad, tidakkah kamu mensyukuri atas karunia yang telah Allah berikan kepada istrimu? Apakah kamu lupa terhadap anugerah yang Allah limpahkan kepada istrimu? Setiap istri yang hamil mengalami proses “ngidam” tetapi itu tidak terjadi pada istrimu, sehingga engkau tidak mengalami permintaan yang aneh-aneh. Apakah itu bukan kebaikan bagimu? Sudah 7 kali engkau berkonsultasi dengan dokter, alhamdulillah anakmu dalam kandung sehat dan ibunya juga sehat. Apakah itu bukan kebaikan dari Allah?”
Allah Maha Adil
Setelah sang bijak mengakhiri wejanganya. Saya langsung beristiqfar “Astaqfirullah”. Dan tak lupa bersyukur “Alhamdulillah”. Saya bersyukur, karena Allah memberi pelajaran, bagaimana cara saya menyikapi kehidupan. Dan, bagaimana proses penyesalan, atau perasaan yang tak selaras, tidak bisa menerima, seolah merasa tidak adil, setelah melakukan kebaikan, tetapi merasa tidak memperoleh hasilnya. Ternyata itu terjadi karena faktor “pembanding”. Itu terjadi karena kurang luwes dan bijaksana dalam bersikap. Sungguh Allah Maha Adil. Justru saya yang tidak adil dengan pemikiran saya sendiri.
Beberapa saat kemudian, muncul tulisan “Mampang Prapatan” di layar pemberitahuan keberadaan posisi halte di atas kiri kepala pak sopir. Sayapun bersiap-siap untuk turun. Lalu saya BBM teman saya, memberitahukan bahwa saya sudah tiba dan menantinya di tempat makan yang kami sepakati sebelumnya.
Sungguh, silaturahim luar biasa sekali. Seperti pengalaman dan pembelajaran hidup yang saya peroleh dalam perjalanan untuk bertemu dengan teman saya. Sehingga, hadir pesan untuk sang diri. “Teruskan dan tingkatkan amal shaleh”.
Ciganjur, Rabu 11 Januari 2012
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist
Sumber ; http://www.kursusnlp.com/2012/02/akankah-terus-memberi-bila-tidak.html