[caption id="attachment_336183" align="aligncenter" width="640" caption="Masjid Islamic Center, Bethlehem, Pennsylvania, sumber: Koleksi Pribadi"][/caption]
Kulihat jemari Aziz dan Philip tengah asik menari-nari di keyboard laptop. Mata mereka fokus pada satu kata pencarian “Argument”. Iya, kedua temanku ini sengaja datang untuk persiapan debat kami esok pagi. Kami berada dalam satu tim, dan tema yang diberikan cukup sulit berkaitan dengan industrialisasi. Disisi lain, malam ini adalah malam terakhir Ramadhan. Mataku fokus mengarah pada Netbook, tapi pikiranku melayang jauh mengingat hal-hal yang biasa terjadi dimalam terakhir Ramadhan di Indonesia. Selagi aku merindukan suasana malam takbiran di Indonesia, keluarga di Indonesia baru selesai menjalani ibadah shalat Idul Fitri dan menikmati santapan lebaran - Amerika lebih lambat 11 jam dari Indonesia.
Malam terakhir Ramadhan ini tanpa suara beduk dan takbir. Hanya rintik hujan yang terdengar diluar sana. Ketika kuhidupkan takbiran di channel Youtube, Aziz yang berasal dari Arab Saudi tersenyum. Aku tahu, dia pasti merasakan hal yang sama denganku; merindukan suasana takbiran di kampung halaman. Sabarlah kawan, nikmat itu selalu terasa lebih indah ketika ada perjuangan didalamnya.
***
Pukul 07.00 pagi, aku berangkat menuju Warren Sq untuk menemui Aziz dan Kazim, dua teman dari Arab Saudi. Kami berencana menunaikan shalat Ied di Masjid Islamic Centre, Bethlehem, Pennsylvania. Ini akan menjadi waktu pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Masjid sebenarnya. Biasanya, aku menunaikan shalat Jum’at di Dialogue Centre; sebuah bangunan seperti rumah milik kampus yang bisa digunakan untuk beribadah berbagai agama. Jumlah jama’ah tak pernah tembus angka 20 orang. Shalat Isya dan Taraweh juga dilaksanakan di Dialogue Centre. Lokasi Masjid Islamic Centre hanya bisa dicapai dengan kendaraan mobil, dan sayangnya saat ini aku masih mengandalkan kedua kaki ini sebagai kendaraan.
Beruntung, seorang teman asal Pakistan, Qashim, punya teman yang punya mobil dan bersedia memberikan tumpangan untuk kami menuju Masjid tempat menunaikan shalat Ied. Selang beberapa menit, Aziz dan Kazim muncul dengan pakaian tradisional khas orang Arab yang bernama Thawb. Wajah mereka tampak ceria, seakan telah lama menanti momen mengenakan pakaian tradisional negara Arab ini, dan kali ini, teman berangkat shalat Ied ku tak lagi mengenakan kopiah dan kain sarung.
[caption id="attachment_336184" align="aligncenter" width="640" caption="Temanku Aziz dan Kazim, sumber: Koleksi Pribadi"]
Qashim dan temannya Ali menunggu kami di Graduate Students Centre. Sekotak Kurma asal Pakistan menjadi teman perjalanan kami menuju Masjid. Dalam waktu 20 menit perjalanan, terasa masing-masing kami menyimpan kerinduan pada suasana lebaran di Kampung halaman. Canda dan tawa ketika bercerita suasana di kampung halaman masing-masing menjadi penghibur hati di hari yang fitri ini. Qashim sudah menikah dan punya dua orang anak. Tidak usah ditanya bagaimana perasaannya sekarang; matanya yang sedikit berair cukup untuk membuatku mengerti.
***
Masjid Islamic Center terletak berseberangan dengan Korean Church of Lehigh Valley. Para jama’ah shalat Ied diizinkan untuk parkir dihalaman gereja. Karena Masjid ini yang terdekat, jumlah jama’ah pasti akan banyak, begitu juga dengan jumlah kendaraan. Satu persatu kendaraan Jama’ah mulai memadati halaman parkir masjid. Berbagai kaum muslim dengan berbagai busana satu persatu tampak didalam Masjid. Kulit putih ataupun hitam, rambut pirang ataupun hitam, mudah ataupun tua, semuanya duduk sama rata untuk menghadap sang pencipta.
[caption id="attachment_336186" align="aligncenter" width="640" caption="Korean Church of Lehigh Valley, sumber: Koleksi Pribadi"]
Terkadang keindahan hidup beragama bisa didapatkan disaat kita menjalani kehidupan di lingkungan yang tak beragama. Mungkin dengan kondisi yang serba kontras, hati kita bisa mudah tersentuh dan menyadari bahwa tak seharusnya hidup menjalani hari-hari tanpa ada satu ikatan hati dengan sang pencipta. Hidup tak selamanya bahagia, dan duka pasti kan mendera. Tuhan selalu punya cara unik dalam menyampaikan ujian dan peringatannya. Namun, Dia selalu punya satu hal yang sama yang ingin selalu ditunjukkan, yaitu Dia selalu memperhatikan kita dan ingin kita kembali dan tumbuh dijalan yang diridhoi-Nya.
***
Seusai shalat Ied, Ali mengantar kami pulang kerumah. Tak ada silaturahmi ataupun hidangan ketupat lebaran. Komunitas muslim dan orang Indonesia di kota Bethlehem masih sangat minim sekali. Sesampai dirumah, hanya satu hal yang kuingat; aku masih menyimpan gulai rendang sisa tadi malam. Menikmati idul Fitri tak harus selalu ramai, bukan? Duduk sendiri di depan TV sambil menyantap rendang masakan sendiri bisa menjadi kenikmatan tersendiri.
[caption id="attachment_336187" align="aligncenter" width="640" caption="Fotoku bersama Qashim, Kazim dan Aziz, sumber: Koleksi Pribadi."]
Ied Mubarak!
Taqabbalallah Minna Waminkum Syiamana Wasyiamakum…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H