Mohon tunggu...
Budi Waluyo
Budi Waluyo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

An IFPer & a Fulbrighter | An alumnus of Unib & University of Manchester, UK | A PhD student at Lehigh University, Penn, USA. Blog: sdsafadg.wordpress.com. Twitter @01_budi. PIN BBM: 51410A7E

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bersama Anu di Malam Natal, Bethlehem

26 Desember 2014   05:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:26 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14195191801194323472

Ramalan cuaca menunjukkan hari ini akan hujan seharian dengan simbol sebuah awan kelabu dan gambar petir, ada kemungkinan badai melanda kota ini – Bethlehem, sebuah kota kecil di Pensylvania State, Amerika. Jauh, ribuan kilometer dari tempat ini, di sebelah selatan Jerussalem, terdapat sebuah kota dengan nama yang sama, selalu dikunjungi banyak orang terutama saat hari Natal tiba, perjalanan suci menuju the church of the nativity – tempat kelahiran Yesus. Tak jauh berbeda, kota tempatku akan menghabiskan beberapa tahun studi PhD ini juga diberi nama yang sama sebagai simbol bahwa kota ini merupakan “Christmas City”, sebuah Bel besar yang biasa dibunyikan sepanjang waktu dahulu masih tergantung diatas gedung tua di North Bethlehem.

Beberapa hari yang lalu, Clelia, seorang teman asal Prancis yang mendapatkan beasiswa Fulbright Foreign Language Teaching Assistance, sudah mendownload film The Hobbit 1 dan 2. Di Fulbright house, tempatku tinggal bersama penerima beasiswa Fulbright lain dari Benin, Myanmar, dan Brazil, kami menghabiskan waktu menonton kembali film ini, sebagai jembatan pengetahuan sebelum pergi ke Cinema, menikmati serial terakhir dari The Hobbit: the Battle of the Five Armies. Dan hari ini, tanpa menghiraukan hujan yang mengguyur Bethlehem, kami pergi menuju Carmike Cinema, bersiap menikmati sebuah pertunjukkan yang memadukan keluasan imajinasi dan kemajuan teknologi.

Dua jam lebih duduk didepan layar lebar, film usai, kami pun beranjak keluar. Banyak hal yang bisa dibicarakan tentang film ini, terlebih lagi ketika dikaitkan dengan film the Lord of the Rings. Jose, temanku asal Benin, tidak berhenti memamerkan cincin pernikahannya, seakan seperti cincin yang didapatkan oleh Bilbo Baggins saat terjebak dalam Goblin Tunnels. Mungkin dia juga berharap cincin itu bisa membuatnya menghilang sejenak. Kulihat jarum jam sudah menunjuk angka enam, berarti harus segera berangkat pulang menuju Bookstore, ada janji lain yang harus kutunaikan di malam Natal ini.

Undangan Anu

Seorang teman senior asal India bernama Anu mengundang aku dan teman kelas lainnya kerumahnya malam ini. Dia berharap dapat memberikan sedikit kegembiraan dengan berkumpul bersama di tengah sepinya kampus karena semua orang sudah pergi – sebagian pulang kerumah orang tuanya dan sebagian lagi berada dibelahin lain dunia, menikmati liburan musim dingin selama sebulan. Aku sendiri menyambut dengan senang undangan teman yang menurutku sangat inspiratif ini. Selama satu semester menghabiskan kelas bersama Anu, tak ada kata lain yang bisa kugunakan untuk menggambarkan kecerdasan dan kelihaiannya merangkai kata selain excellent! Bahkan, aku lebih mudah memahami penjelasannya daripada yang diberikan oleh Professor, pengalaman hidup yang sudah dilaluinya selama berpuluh tahun menjadi lahan pembelajaran bagiku setiap kali bertemu dengannya.

Di media sosial, seperti tahun-tahun sebelumnya, mungkin sudah terjadi sejak Republik Indonesia berdiri, selalu ada berita dan tulisan yang memancing konflik agama, mengesankan seolah Islam sebuah agama yang kaku dan tak kenal bagaimana caranya menghormati saudara yang berbeda agama. Agama selalu menjadi topik yang sensitif di negara tercintaku ini. Dan hal-hal yang bersifat berbeda terlalu bagus untuk dilewatkan sebagai berita, itu yang bisa memancing traffic dan popularitas, tanpa mempertimbangkan kebenaran dan keabsahan sumber. Aku jadi teringat sewaktu menjadi seorang Jurnalis, prinsip berita itu adalah judul dan kalimat pertama itu yang paling penting, tak peduli apakah isinya relevan atau tidak, yang terpenting ada orang membaca dulu, walaupun terkadang tulisan hanya meloncat pada kesimpulan tanpa pertimbangan logika akademis.

Anu, tak terlalu jelas apa agamanya. Terakhir kali dia memberitahu kalau tertarik dengan Budhism hingga mau mengunjungi Candi Borobudur di Yogyakarta. Malam ini, dengan sebuah mobil Van, suaminya menjemput aku dan teman lain menuju rumahnya di North Bethlehem. Setelah sepuluh menit berjalan, mobil yang kami tumpangi berhenti disebuah bagasi rumah dengan dua mobil lainnya berjajar disamping. Pemandangan yang biasa di rumah-rumah orang Amerika, mobil bukan barang mahal disini. Melangkah masuk ke rumah, Anu sudah berdiri didepan pintu menyambut dengan senyum lebar di pipinya. Ada putri cantiknya bernama Neha bersama tunangannya Jack, mereka akan segera menunaikan pernikahan dalam beberapa bulan ke depan di Philadelphia, the city of love, kota tempat mereka bertemu pertama kali.

Berjalan masuk kerumah Anu, ketakjuban menyergap perasaanku. Rumah ini dirancang secara unik dan artistik. Ada banyak ruangan yang tidak tertutup pintu. Cahaya lampu redup menyebar. Bunga dan tanaman hidup dirawat dengan baik menjadi bagian hiasan dalam rumah. Karpet-karpet dari berbagai negara digantung, terlalu indah untuk diletakkan dilantai dan diinjak. Berbagai patung dari beberapa negara di dunia terpajang, termasuk sebuah patung dari Bali, Indonesia. Sebuah meja berbentuk kepala gaja dengan dua belalai menjulang tinggi asal Thailand mengisi sisi tengah ruangan. Setiap kali berkunjung dan liburan ke negara lain, Anu selalu membawa pulang souvenir yang bisa mengisi rumah tempatnya menghabiskan waktu bersama suami tercinta. Putri semata wayangnya yang kini tengah mengikuti Training untuk menjadi medical doctor tinggal jauh darinya di Chicago. Di usia yang tidak muda lagi, Anu masih aktif bekerja sebagai Direktur di sebuah community college dan suaminya bekerja sebagai Dokter. Berjalan ke ruangan lain, mataku terpaku pada satu tulisan Allah yang terbingkai indah. Anu mengungkapkan, tulisan ini indah sekali, meskipun saya tidak tahu apa artinya selain Allah, makanya dipajang tinggi didinding, didapatkannya dari Turki.

Anu kemudian mengeluarkan beberapa makanan dan minuman. Perutku lumayan lapar, mengingat hanya makan siang saja tadi. Anu pun hanya menyiapkan makanan yang terbuat dari sayur-sayuran, no pork, no alcohol. Dengan cukup bersemangat aku melahap makanan yang disajikan perempuan India ini. Manisan asli india bernama “Laddu” yang sering muncul di film-film India pun tak lupa disajikannya. Aku kira itulah makanan utamanya. Sayangnya, satu jam kemudian Anu kembali menyajikan nasi beserta lauk pauk yang beraneka ragam. Perutku sudah hampir penuh dengan makanan di awal tadi. Setelah itu, berbagai manisan dan Ice Cream dikeluarkannya. Tangan kananku hanya bisa mengelus-ngelus perut yang mulai tidak mempunyai ruangan lagi untuk makanan.

[caption id="attachment_361734" align="aligncenter" width="624" caption="Manisan Laddu dan Ice Cream yang disajikan Anu"][/caption]

Berbincang dengan Anu tidak bisa hanya sebentar saja. Selalu ada cerita yang menarik untuk didengar, selalu ada pelajaran yang bisa diambil. Kali ini, meskpiun lama berbincang dengan Anu, aku lebih tertarik mentafakuri kehidupan yang sudah dimiliki Anu dan caranya menjalani hidup. Dengan hanya memiliki seorang putri, pasti dia sering merasa kesepian ketika Neha jauh. Bertemu dengan murid-muridnya di sekolah mungkin caranya menghilangkan rasa kesendirian. Selain itu, rumahnya yang nyaman menjadi tempat bercengkerama dengan suami terkasih. Anu juga punya rasa kepedulian sosial yang tinggi, setiap kali mendengar ada anak yang butuh bantuan, sebisa mungkin tak akan diabaikan.

Aku tidak tahu apakah Anu merayakan hari Natal atau tidak. Namun, rasanya hal yang paling bermakna adalah ketika kami dapat berbincang lama hingga tengah malam, walaupun berbeda keyakinan dan pemikiran, tidak menghalangi kami untuk saling bertukar pikiran dan merasakan nikmatnya memandang sesuatu di luar hitam dan putih atau benar dan salah semata. Ketika masih studi di Manchester beberapa tahun lalu, aku juga menyaksikan sebuah toleransi beragama yang mengesankan. Di kala hari besar Islam, pelajar Indonesia yang non-muslim datang dan ikut bergembira. Saat Natal, pelajar muslim diundang, bukan ke Gereja, sembari diyakinkan kalau semua makanan yang disajikan halal. Perbedaan agama bukan berarti memutuskan tali persaudaraan, meskipun tetap tidak ada tawar menawar dalam hal ibadah karena agama kita berbeda.

Setengah jam sebelum pukul dua belas malam, kami berpamitan pulang. Rintik hujan masih membasahi kota Bethlehem, harapan di hati umat Nasrani disini, esok pagi cerah. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun