[caption id="attachment_361856" align="aligncenter" width="510" caption="Foto Penulis bersama mahasiswa internasional di Lehigh University"][/caption]
Tidak bisa dipungkiri bahwa negara-negara besar, seperti Amerika, Inggris, Jerman, Belanda, Prancis, Australia, dan yang lainnya, telah menjadi magnet tersendiri bagi anak-anak Indonesia untuk dapat menjejakkan kaki dan menimba ilmu disana. Bukan hanya karena negara-negara maju tersebut memiliki tingkat perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat dan fasilitas belajar yang lengkap, tetapi juga disebabkan pengalaman kuliah di luar negeri menawarkan kebanggaan tersendiri, mengingat perbedaan jarak yang jauh, biaya yang tidak sedikit, serta semua keunikkan dan tantangan yang akan dihadapi tak kala sedang studi di negara asing, seperti perbedaan bahasa, makanan, budaya, perspektif, dan sistem-sistem dalam kehidupan bernegara.
Sejak tahun 1950-an negara-negara maju sudah mulai menerapkan kebijakan menawarkan beasiswa pada para pelajar di negara-negara berkembang; dua beasiswa yang sudah populer sejak lama adalah Fulbright dan Erasmus Mundus. Program beasiswa yang ditawarkan bervariasi mulai dari pertukaran pelajar, undangan meneliti, pelatihan, sampai melanjutkan studi S2 dan S3 dengan dibiayai sepenuhnya. Indonesia termasuk ke dalam kategori negara berkembang yang banyak menerima tawaran beasiswa dari sponsor luar negeri, selain juga Pemerintah punya program-program tersendiri terkait dengan pengiriman pelajar ke luar negeri.
Namun, ada beberapa pertanyaan umum yang sering muncul di pikiran para pelajar Indonesia yang bermimpi untuk sekolah ke luar negeri dengan beasiswa, terutama mereka yang tinggal di kota-kota kecil dimana akses informasi terbatas dan sedikitnya orang yang bisa dijadikan ‘a role model’ dalam meraih impian studi ke luar negeri dengan beasiswa. Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul antara lain, benarkah ada beasiswa kuliah ke luar negeri yang membiayai sepenuhnya? Mungkinkah pelajar-pelajar di kota kecil akan diperhitungkan mendapatkan beasiswa studi ke luar negeri? Bagaimana cara agar bisa mendapatkan beasiswa ke luar negeri? Apa yang harus dipersiapkan sejak awal? Siapa yang harus dijadikan tempat bertanya dan mencari informasi? Dan seterusnya. Terkadang, dikala pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa ditemukan jawabannya, semangat untuk mengejar mimpi ke luar negeri luntur sedikit demi sedikit dan akhirnya dilupakan.
Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman penulis, tulisan ini akan mencoba memberikan penjelasan tentang beasiswa S2 dan S3 luar negeri, bersama dengan kunci untuk meraihnya. Penulis juga sudah mengumpulkan semua Tweets tentang cara meraih beasiswa S2 dan S3 ke luar negeri dalam sebuah e-book yang bisa didownload secara GRATIS. Berikut ini linknya dan silahkan disebarkan seluas-luasnya di media sosial: https://www.dropbox.com/s/5xbufusp2hssgyv/smart%20tweets%20for%20scholarship%20hunters.pdf?dl=0
Beasiswa Luar Negeri
Terkait dengan beasiswa studi S2 dan S3 ke luar negeri, Pemerintah Indonesia melalui Dikti, LPDP dan Kementerian lainnya mempunyai program-program yang bisa dipilih oleh masyarakat Indonesia. Bahkan, Presiden Indonesia juga sudah menyiapkan dana untuk para pelajar Indonesia yang berhasil diterima di salah satu lima puluh universitas ranking teratas di dunia. Namun, secara pribadi penulis ingin membahas tentang beasiswa luar negeri yang di sponsori oleh negara-negara asing ataupun perusahaan asing, contohnya beasiswa Fulbright, Erasmus Mundus, The Netherlands Fellowship Program, Ford Foundation, Australia Awards, PRESTASI, Chevening, New Zealand Development Scholarship, DAAD scholarship, dan lain-lain. Alasannya adalah beasiswa yang di sponsori negara atau perusahaan asing cenderung lebih besar jumlahnya, pembayaran uangnya tepat waktu, meliputi berbagai fasilitas lain selain biaya kuliah dan biaya hidup, serta keuntungan-keuntungan lainnya yang tidak ditawarkan oleh beasiswa dalam negeri.
Hal yang paling penting untuk dipahami tentang beasiswa luar negeri adalah tentang pendanaan. Bagi pelajar yang hanya bermodalkan semangat dan otak, tentu bisa menjadi mimpi buruk ketika pendanaan beasiswa tiba-tiba putus ditengah jalan. Selain itu, pemahaman tentang aspek-aspek apa saja yang akan dibiayai oleh sponsor beasiswa juga harus sudah jelas sehingga saat studi pikiran tidak terganggu dengan memikirkan soal uang; kuliah sambil bekerja sebaiknya menjadi alternatif terakhir mengingat tantangan belajar di negara asing tidak mudah diatasi, beberapa negara bahkan menerapkan sistem ‘Gagal’ yang artinya tidak ada jaminan lulus dengan predikat Master atau Doktor.
Secara umum ada dua jenis beasiswa luar negeri, yaitu beasiswa yang membiayai sepenuhnya (full funding) dan yang membiayai setengah (partial funding). Setiap jenis beasiswa akan menyediakan informasi rinci tentang sumber dana dan akan dialokasikan untuk apa saja dana tersebut bagi pelajar yang terpilih sebagai penerima beasiswa; informasi ini bisa didapatkan di website beasiswa tersebut. Untuk beasiswa yang membiayai sepenuhnya, penerima beasiswa tidak perlu memikirkan tentang uang lagi, semua hal mulai dari tiket pesawat pulang pergi, biaya pembuatan visa, uang beli buku dan komputer, persiapan akademik sebelum memulai perkuliahan, biaya semesteran, hingga biaya menghadiri konferensi bisa ditanggung sepenuhnya oleh sponsor beasiswa. Sedangkan untuk jenis beasiswa yang membiayai setengah, sponsor hanya akan menanggung biaya-biaya tertentu saja, misal biaya tiket pesawat pulang pergi, biaya kuliah, ataupun biaya hidup bulanan saja.
Lebih lanjut lagi, beasiswa sponsor luar negeri kebanyakan tidak menerapkan sistem ‘Ikatan Dinas’ atau harus bekerja di instansi tersebut setelah si penerima beasiswa lulus kuliah. Tujuan kebanyakan beasiswa sponsor luar negeri adalah menyekolahkan beberapa pelajar-pelajar dari negara-negara berkembang, kemudian mengembalikannya ke negara asal untuk mengabdi dan ikut berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan di negara tempat kelahirannya.
Kunci Meraih Beasiswa S2 Luar Negeri
Seleksi beasiswa S2 luar negeri bisa memakan waktu satu tahun, dan proses seleksi bisa menghabiskan beberapa tahap. Bisa dikatakan, bila melamar beasiswa tahun ini berarti kuliahnya tahun depan. Jika gagal tahun ini, artinya harus mencoba lagi tahun depan. Waktu seleksi yang lama, lalu jumlah pelamar yang mencapai ribuan dari seluruh daerah di Indonesia, membuat setiap orang harus benar-benar memiliki persiapan yang sempurna agar dapat terpilih sebagai penerima beasiswa. Dibagian ini, penulis ingin memberikan lima hal yang umumnya menjadi persyaratan beasiswa-beasiswa sponsor dari luar negeri. Lima hal ini nantinya bisa dijadikan fokus dalam mempersiapkan diri, karena persiapan yang baik adalah kunci utama dalam memenangkan beasiswa luar negeri.
1.TOEFL
Bahasa Inggris adalah bahasa Internasional yang digunakan di berbagai kampus di negara-negara tempat tujuan studi. Tidak ada alasan untuk tidak bisa berbahasa Inggris bagi pelajar yang ingin studi ke luar negeri. TOEFL merupakan tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan bahasa Inggris. Jenis TOEFL yang diterima dalam persyaratan awal beasiswa adalah TOEFL ITP, sedangkan untuk tahap selanjutnya melamar ke universitas di luar negeri akan menggunakan TOEFL IBT atau IELTS. Sebagai persiapan awal, fokus bisa diarahkan pada TOEFL ITP dengan minimal skor 500 atau 550 untuk posisi aman; setiap jenis beasiswa memiliki standar skor TOEFL yang berbeda, dan pelamar yang memiliki skor dibawah standar secara otomatis gugur di tahap administrasi.
Masih banyak perdebatan tentang apakah skor TOEFL benar-benar mewakili kemampuan bahasa Inggris seseorang? Walaupun demikian, ada poin yang harus dipahami ketika mempersiapkan diri untuk mencapai skor standar TOEFL, yaitu ‘ini hanya sebuah tes’. Kelemahan sebuah tes yang dilakukan secara berulang-ulang adalah peserta tes bisa mempelajari berbagai jenis soal yang pernah muncul di tes-tes sebelumnya, kemudian membuat ‘pemetaaan soal’yang berguna dalam memprediksi topik-topik soal yang akan muncul di waktu mendatang. Sebagai contoh, pelajar-pelajar di Cina kebanyakan mempunyai skor TOEFL yang tinggi dikarenakan sistem belajar di tempat kursus TOEFL difokuskan pada ‘penghafalan’ dan ‘trik menjawab soal’. Maka, dalam belajar TOEFL, pandailah memilih guru dan rajinlah mengulang materi soal. Belajar TOEFL secara intensif setiap hari selama satu bulan lebih baik daripada belajar selama satu tahun dengan jadwal 1 kali seminggu.
2.Pengalaman organisasi
Sponsor beasiswa luar negeri sangat menghargai pengalaman organisasi, baik di internal kampus maupun eksternal kampus. Karakter-karakter, seperti kepemimpinan, serta kemampuan berpikir kritis, menyelesaikan masalah dan komunikasi dengan masyarakat, hanya didapatkan melalui partisipasi dalam kegiatan keorganisasian. Dengan demikian, mulailah terjun dan berpartisipasi aktif dalam berbagai jenis organisasi, terutama yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan; semakin tinggi level organisasi tersebut, semakin bagus profil si pelamar di mata sponsor beasiswa.
3.Pengalaman kerja
Untuk beasiswa S2, persyaratan minimum adalah mempunyai 2 atau 3 tahun pengalaman kerja. Usahakan pengalaman kerja tidak hanya di satu perusahaan saja. Jika masih kuliah, bisa kerja sambil kuliah. Meskipun gaji yang didapatkan sedikit, yang terpenting tempat kita bekerja memiliki nama institusi yang bisa dimasukkan ke dalam Curriculum Vitae (CV). Fokus pengalaman kerja sebaiknya berkaitan dengan bidang jurusan yang akan ditekuni nanti saat studi S2. Universitas di luar negeri tidak melihat apakah S1 sejalur dengan S2 yang akan diambil, tetapi yang dipertimbangkan adalah pengalaman kerja yang dimiliki di bidang yang akan dipelajari di jenjang S2 nanti.
4.Publikasi
Prestasi-prestasi di bidang menulis, misalnya menang lomba karya tulis ilmiah, tulisan terbit di koran maupun di Jurnal Ilmiah, bisa melancarkan perjalanan memenangkan beasiswa ke luar negeri. Semua prestasi yang telah didapatkan sebaiknya di tulis dalam CV, dan publikasi yang pernah dilakukan atau didapatkan disimpan sebagai bukti. Dikarenakan untuk mendapatkan publikasi tulisan tidak mudah dan bisa memakan waktu yang lama, cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan ikut berpartisipasi dalam pernebitan karya-karya Indie yang meliputi buku, kumpulan cerita, dan lain-lain.
5.Rencana penelitian masa depan
Melanjutkan studi S2 berarti akan melakukan penelitian; oleh karena itu, setiap pelamar beasiswa sudah harus memiliki gambaran tentang apa topik penelitian yang akan dilakukannya. Sponsor beasiswa tidak mau uangnya terbuang sia-sia dengan membiayai pelajar yang tidak memiliki perencanaan penelitian untuk kedepan. Selain itu, poin lain yang harus digaris bawahi adalah usahakan topik penelitian yang akan dilakukan berangkat dari permasalahan-permasalahan nyata yang sedang ada di lingkungan terdekata atau di Indonesia. Topik penelitian bisa berangkat dari permasalahan yang ada, kemudian itu akan menjadi alasan kenapa penelitian ini layak dan perlu dilakukan.
Bagaimana dengan S3?
Pada dasarnya, lima persyaratan di atas juga berlaku untuk setiap orang yang berminat melamar beasiswa S3 ke luar negeri. Perbedaannya berada pada ‘jumlah’ yang harus dimiliki, misalnya seperti skor TOEFL minimal adalah 575, pengalaman kerja sudah minimal 5 tahun, publikasi dan topik penelitian masa depan sudah ditulis dalam bentuk proposal penelitian.
Mungkinkah meraih beasiswa S2 dan S3 secara beruntun?
Mungkin dan bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai karena penulis sudah membuktikannya sendiri. Kuncinya adalah persiapan dan memahami jenis beasiswa yang akan dilamar. Lima persyaratan beasiswa yang disebutkan diawal sebenarnya bisa didapatkan tanpa harus menghabiskan waktu yang lama. Sebagai contoh, ketika seseorang masih kuliah S1 semester awal, orang itu bisa mulai belajar TOEFL, terjun di organisasi, kerja sambil kuliah, belajar menulis, dan mulai berdiskusi dengan dosen tentang topik-topik penelitian yang menarik. Sehingga saat lulus nanti, mahasiswa tersebut sudah memiliki ke lima persyaratan untuk melamar beasiswa, lalu melamar beasiswa dan mempunyai presentase kemungkinan mendapatkannya lebih besar.
Begitu juga ketika seseorang sedang menempuh studi S2, dia bisa mulai mencari cara untuk semakin menguatkan CV sebagai kandidat yang layak untuk melanjutkan pada jenjang Doktor. Untuk pengalaman kerja, jumlah minimal pengalaman kerja 5 tahun bisa ditutupi dengan kerja di lebih dari satu institusi sebagai gambaran kalau memiliki kapasitas yang tinggi di bidangnya.
*Penulis adalah pelajar asli Bengkulu penerima beasiswa S2 IFP, Ford Foundation, USA ke Inggris, dan S3 Fulbright tengah menempuh studi di Amerika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H