Alam berbicara. Ketika manusia sudah lupa jika malam berwarna hitam. Jika siang terang benderang.Â
Ketika lautan digulung ombak. Daratan tersisa sunyi, kesiur angin yang mendera. Tanah hanya imaji yang bertumbangan. Menjadikan manusia hilang ingatan.
Lantas harus bagaimana? Hak tak mendapatkan kelayakan. Kebathilan tak seharusnya mendapatkan tempat.Â
Aku meraba naluri. Dalam remang di atas puing puing asap mengepul. Berada dalam kerumunan orang orang peduli.
Awas ... ada gas air mata! Awas ... ada gas air mata!
Aku berteriak girang.
Mereka bersorak riang ... horee.... kita sedang berfantasi di negeri para pejuang. Konon katanya ramah orangnya. Santun pribadinya.
Lihatlah, muncul mainan anak anak. Petasan bak Ramadhan tiba. Cetar cetar cetar!
Suara tembakan gas air mata membahana. Merubuhkan banyak genangan air mata.Â
Rapatkan barisaan....Â
... (hening)
Aku tenggelam dalam sunyi. Kegaduhan sarkasme yang mereka telanjangi sendiri. Aku meradang. Aku meronta. Aku menggigil. Di sisa sisa juang leleh peluh kusedu. Jangan lepaskan semangat. Kepal genggaman tangan dengan sekali teriak.Â
Rapatkan barisan ... perjuangan kita belum usai.
25 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H