Tak kuhiraukan lagi panggilan Mas Gagah. Aku meninggalkan mereka berdua dengan perasaan terluka. Kususuri ruang terbuka itu. Menyelinap di antara sela tenda-tenda yang terpajang rapi. Menyelinap di antara orang-orang sibuk.
"Rumi. Rumi..." Mas Gagah terus saja memanggilku. Ia mengejarku tanpa henti. Ada rasa penyesalan dari getar suaranya.
"Biar kujelaskan." Mas Gagah berhasil menghentikan langkahku.
"Tidak perlu."
"Kau butuh itu."
"Aku tidak membutuhkannya."
Pegangan tangannya erat berusaha meraih tubuhku.
"Lepaskan aku. Plak." Tamparan telak menghantamnya. Aku terperanjat. Apa yang kulakukan. Aku tak percaya dengan apa yang kulakukan.Â
Kakiku selangkah ke belakang. Merasakan sakit. Lebih sakit dari apa yang kulakukan padanya. Kubiarkan Mas Gagah tercengang. Sementara aku meninggalkannya sendiri.
"Rumi."
Aku sudah tak mempedulikannya lagi. Namun masih kudengar, ia memanggil-manggil namaku.