Pagi ini kita berada dalam dekapan embun. Mengetuk cakrawala. Pintu pintu langit yang tertutup rapat oleh suara bisik sepi rawa rawa. Terbukalah. Ada banyak cahaya hangat bertandang. Mari kita hirup dengan segenap paruh paru paru paling dalam. Sejauh mata memandang sejauh rasa menggurindam.
Seperti dingin menghunjam pagi tadi. Jarum jarum tumpul menggigit tandas tubuh tubuh menggigil. Ia meringkuk. Tertekuk dalam lipatan lipatan mangkuk. Padahal sang surya waktu itu sedang bermain di atas tungku. Perlahan dihangatkan pijar pijar api dan pias pias sekotak bara. Kita berada di bawah runtuh sinaran yang membisu. Tegar dan basah.
Sejam kita memunguti sisa sisa asa. Waktu itu hampir saja jarak memberanguskan kata kata sudah. Kini kita sedang menimang asa seuntai kasih. Menghangatkan tubuh tubuh. Bersama anak anak kau dan aku. Ya ketika itu. Di bawah teduh langit langit, kita mendiamkan banyak kata memeluk. Â Kita meriangkan hati, menggugah nurani, mari menjelujuri hari.Â
Kemudian sunshine mendebur rindang di sekujur raga. Sementara titik titik air yang kita hirup, lesap di udara. Renyah kita mengunyah cita dan cinta.
Apakah ini masih belum cukup?
Jika begitu....
Bentang cahaya pagi seluas dan selepas resah. Mata kita rebah jimpah di antara ruang ruang bercahaya. Kau ayunkan kaki. Anak anak melarikan hati hati. Langkah langkah deru. Pelan namun pasti.
Dengan aroma wangi teh pagi ini. Kusedu. Dalam cangkir cangkir. Kita menenggaknya dengan rasa suka cita. Gembira menyambut mentari bersama serunai cericit burung burung pipit.
Di atas tanah tanah subur. Di antara tumpukan humus dan kepingan cinta. Kutanamkan kasih. Tak kan tersisih. Keluarga selalu di sanubari. Harta paling berharga yang tak kan terganti.
27 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H