Aku memetik putik putik cahaya. Saat rembulan jatuh. Membenturkan diri pada sekolam kaca kaca di matamu. Ada resah menjelujur. Retak dan sekarat.
Lesuku menunggu cuma cuma. Pada riyak riyak waktu hanya kujumpai sesak. Rembulam terbenam dalam temu yang sangat lama. Membawa sekerat roti dan segelas lemon tea.Â
Ah sudahlah. Angin itu rumah kita sekarang. Tak akan kemana mana kecuali cinta memisahkan. Rindu menjauhkan. Tapi ruang dan jarak hanyak sebatas lintasan. Kamu tetap kita. Rembulan dengan cahaya redupnya. Tangan kita tetap saling menggenggam bukan?
Ya, rembulan itu membawa seluas hati kita yang luruh di pangkuan. Aku akan memungutinya. Kusimpan dalam laci.Â
Lalu aku mematutkan diri menjelajahi ruang bercahaya. Sampai guratan guratan berkasnya sirna. Pupus dalam waktu dan sepi. Hanya ada rumah kita di sini. Tempat bersemayam jejak dan bayang bayang anak anak yang riuh.Â
Kita bergembira.Â
25 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H