"Anak-anak tidak pantas mengatakan itu kepada Dudung. Dia anak yang baik dan rajin belajar. Meskipun sikapnya dingin bukan berarti Dudung ini jahat, bukan? Tak ada yang salah darinya." Pembelaan Bu Rini terhadap Dudung membuat si Krebo bersungut-sungut.
"Kita-kita rajin juga kok belajarnya, tapi ga kayak dia. Ya ga Gaeesss ...."
Huuu ....Â
"Anak-anak, proses itu tidak akan menghianati hasil. Maka berjuanglah untuk mendapatkan yang terbaik." Bu Rini mencoba menenangkan suara-suara gaduh di kelas.
Kemudian tidak berapa lama, kertas yang tak jauh dari tempat Bu Rini berdiri diambilnya. Di atas meja itu Bu Rini menjumput kertas ulangan Dudung. Dengan senyum penuh bangga, Bu Rini menyerahkan kertas ulangan kepada Dudung.
Senyum bahagia mendengar ulasan Bu Rini baru saja. Dudung memang benar-benar mengakui kearifan Bu Rini dalam menghadapi situasi seperti tadi. Dan senang dengan pujian ibu guru yang santun dan berbudi ini.
Tak sabar Dudung mengamati kertas ulangan itu. Sambil berjalan ke tempat duduknya, Dudung berkali memperhatikan kertas ujian. Sesampainya di ujung ruangan berpetak itu, ada sesuatu yang tetiba saja membuat ia sesak.
"Haaa ...." Dudung terperangah. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Mana mungkin Bu Rini tidak seteliti ini.
Dikucek matanya berulang-ulang. Benar. Dijumpainya dua nomer yang semestinya dibubuhi tanda silang. Tapi di sini tidak. Jawaban yang ada di lembar kertas itu tidak sesuai dengan isi pertanyaan.Â
"Wah, bagaimana ini. Jawaban ini? No no no. It's wrong. Yes. Its not good." Dia bergumam sendiri. Dijambaknya rambut pendek dan cepak itu. Digaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku harus bilang apa kepada Bu Rini, sudah mendapat nilai seratus. Haruskah aku bilang, Bu, maaf harusnya saya mendapat nilai delapan puluh atau entahlah terserah ibu..., poin tujuh dan sepuluh jawabannya salah. What...?! aku harus bilang begitu? KONYOL." Dudung meringis sendiri, tanpa ada rasa sakit kecuali hati yang dililiti ketidakmampuan untuk mengutarakan.
Hatinya tak karuan. Antara bimbang dan meneguhkan. Antara ragu dan membenarkan. Hah... Ya Tuhan ... betapa malunya dia nanti di hadapan kawan-kawannya jika mengetahui peristiwa ini. Tak henti hatinya menggerutu.