Secarik kertas yang ia terbangkan, ada sederet pituturnya yang lemah. Aksaranya ringkas dan tertatih. Peluh dan letih jadi keringkihan yang disengaja. Membacanya dalam genangan air di dermaga. Tentu saja itu kotor. Kertasnya basah dan mungkin saja setengahnya lebur.Â
Memandanginya jauh hanya menyisakan pertanyaan. Buat apa bersusah payah menanggapinya. Dia hanya wanita tua yang sudah tidak berakal. Datang dan pergi dengan kibaran bendera hasad yang sangat menyala. Itulah nafsu terselubung. Terkungkung. Berkeinginan membebaskan jeruji kebenaran. Tapi justru pembenaran  diraihnya. Padahal jelas salah jalan.
Perempuan tua itu meronta. Meringkuk di dinding jalan. Tangannya menggapai gapai. Giginya tajam, tersenyum menyeringai.Â
Ciputat, 8 Juni 2018
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H