Keberadaan COVID-19 memaksa setiap orang untuk melaksanakan protokol kesehatan, tak terkecuali kaum difabel, anak-anak, dan orang lanjut usia. Hal ini menyebabkan pengadaan fasilitas cuci tangan yang dapat digunakan dengan mudah oleh semua orang termasuk penyandang disabilitas di berbagai tempat umum menjadi sesuatu yang penting demi memutus mata rantai COVID-19 di masyarakat. Namun fasilitas-fasilitas cuci tangan di berbagai tempat nyatanya masih belum banyak yang mudah digunakan oleh semua orang.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No HK.01.07/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID 19), tercantum protokol yang wajib dipatuhi oleh seluruh komponen masyarakat Indonesia, salah satunya adalah cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air mengalir. Di berbagai tempat, seperti kantor, pasar, mall, rumah sakit, dan rumah ibadah menyediakan fasilitas CTPS untuk digunakan siapa pun yang berkunjung ke tempat-tempat tersebut. Tapi betulkah siapa pun dapat memakai fasilitas tersebut dengan mudah dan aman?
Nyatanya, masih banyak fasilitas CTPS yang tidak ramah untuk difabel, orang lanjut usia, dan anak-anak. Ukuran wastafel atau wadah cuci tangan seringkali masih terlalu tinggi untuk pengguna kursi roda dan anak kecil. Ditambah lagi bila keran air dan sabun dioperasikan dengan cara diinjak. Ini sangat menyulitkan sehingga mereka pun membutuhkan bantuan orang lain untuk cuci tangan. Tentunya hal tersebut cukup merepotkan dan rawan terjadi kecelakaan.
Padahal, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas dalam Bab 1 Pasal 74, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin akses bagi Penyandang Disabilitas terhadap pelayanan air bersih, serta Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak. Artinya, para difabel pun mendapat hak untuk bisa mencuci tangan dengan aman dan nyaman sebagaimana orang lainnya mencuci tangan. Lalu bagaimana fasilitas CTPS yang baik untuk difabel?
Sebenarnya sudah ada panduan khusus untuk membuat CTPS yang baik untuk difabel, yaitu tercantum dalam Prosedur Operasional Baku (POB) Pengembangan SPAMS (Sistem Penyedia Air Minum dan Sanitasi) yang Inklusif Disabilitas. Dalam POB Pengembangan SPAMS ini, terdapat sembilan poin persyaratan teknis dalam membuat tempat CTPS yang inklusif disabilitas.
Poin pertama hingga poin ke empat lebih menitikberatkan pada pembangunan CTPS keran tugu dan keran dinding. Isi poin-poinnya adalah; 1) CTPS keran tugu dan keran dinding dapat diakses oleh pengguna kursi roda, 2) Ketinggian keran 65-85 cm dan dapat dijangkau pengguna kursi roda, 3) Terdapat ruang gerak bebas dan manuver di area keran tugu dan keran dinding bagi pengguna kursi roda, 4) Terdapat saluran pembuangan di area keran tugu dan keran dinding yang tidak boleh membahayakan pengguna kursi roda. Namun, keran tugu dan keran dinding tanpa wastafel atau wadah penampung air memiliki resiko, yaitu percikan air bisa membasahi pakaian dan sepatu pengguna. Lantai di sekitar keran pun bisa licin sehingga bisa membahayakan.
Untuk persyaratan tempat CTPS dengan wastafel atau wadah air disebutkan pada poin lima hingga poin delapan. Isi poin-poinnya adalah; 5) Pada tempat CTPS berbentuk wastafel harus dipasang dengan tinggi permukaan dan lebar depannya dapat dimanfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan baik, 6) Ruang gerak yang cukup harus disediakan di depan wastafel, 7) Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya sehingga tidak menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda, 8) Menggunakan keran air dengan sistem pengungkit (ball-valve) yang membutuhkan - sudah dapat membuka dan menutup aliran air.
Pada poin terakhir, dijelaskan hal penting bahwa jalan menuju tempat CTPS harus bebas rintangan dan jika memungkinkan dipasang guiding block atau tactile paving (tegel penuntun bagi tuna netra) menuju sarana CTPS. Yang perlu dicatat lagi, hindari menggunakan wastafel yang memiliki tepi runcing atau abrasive dan keran yang dianjurkan bukanlah keran putar yang licin.
Jika menempatkan fasilitas CTPS yang mudah dan aman digunakan masih dirasa sulit, cara sementara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menempatkan hand sanitizer di sebuah meja atau menempelkannya ke di dinding dengan ukuran tinggi 65-80 cm. Dengan ketinggian tersebut, anak-anak maupun difabel bisa menjangkaunya dengan mudah. Di dekatnya harus dipasang poster tentang cara mencuci tangan dengan hand sanitizer yang baik dan benar.
Akan tetapi, memakai hand sanitizer hanyalah solusi sementara yang bisa diterapkan dalam kondisi darurat atau hingga fasilitas CTPS yang mudah digunakan bisa terpasang. Sebab mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir lebih efektif dibanding dengan menggunakan hand sanitizer. Terlebih lagi bila tangan memiliki noda kotor, tidak bisa dibersihkan dengan betul menggunakan hand sanitizer.
Pembangunan fasilitas CTPS yang mudah digunakan oleh semua orang memang tidak mudah, tetapi bukan tidak mungkin untuk dilaksanakan. Panduannya pun sudah ada sedari dulu. Tentunya harus ada kerjasama yang baik dan saling mendukung antara pemerintah setempat, Kelompok Pengelola SPAMS (KP-SPAMS), Oganisasi Penyandang Disabilitas (OPD), dan Satgas COVID-19. Pemerintah pun bisa mendapat bantuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat, CSR dari perusahaan-perusahaan yang ada, atau dari Non Governmental Organization (NGO) sehingga pembangunan tempat CTPS ini bisa terlaksana dengan lebih mudah.