Mohon tunggu...
Umi Nur Hanyfah
Umi Nur Hanyfah Mohon Tunggu... -

my hobby is writing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dear Cowok Berambut Keriting

18 Desember 2013   11:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:47 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hana masih menanti kiriman rekaman presentasi dari seorang teman yang sangat jarang ia temui. Teman itu bukan hanya teman baginya, tapi “seseorang”. Penantian itu bermula ketika mereka masuk bangku perkuliahandan tugas-tugaspun menumpuk. Mereka kuliah di kota yang berbeda, namun cerita mereka tak ada yang terlewat satu sama lain. Awalnya ini berat, hana begitu ragu, namun ahirnya dia mengakui bahwa cerita tentang dia bukan sekedar cerita.

Awal perkuliahan hana rela mati-matian merekam presentasi pertamanya, dia mempertaruhkan antara penampilan pada presentasi pertama didepan teman-teman barunnya denganhasil rekaman yang akan dia berikan kepda seorang teman itu. Sebut saja dia cowok berambut keriting. Hana berusaha agar keduanya mendapat hasil yang memuaskan.

Hana baru menyadari cowok berambut keriting itu memang special untuknya. Bahkan karna harus mengatur rekaman lewat posel yang dia sembunyikan di kotak pensilnya, Hana sampai salah menyebut nama teman sekelompoknya yang akan menyampaikan materi beikutnya. Pipinya memerah karena menjadi bahan tertawaan teman satu kelas.

Dan rekaman itu ahirnya berhasil dikirim, pada seseorang itu, cowok berambut keriting. Hana memberikannya dengan syarat bahwa presentasi pertama cowok itu juga harus dikirim padanya. Selain gengsi karena tidak ingin dianggap gampangan bahkan murahan yang menyerahkan begitu saja permintaan cowok itu, syarat itu hanya alasan bagi Hana agar bisa mendengar suara cowok itu.

Hana hanya pernah mendengarnya sekali. Saat itu diangkot biru sepulang sekolah saat mereka masih duduk di bangku SMA. Hana bahkan lupa, dan dia ingin mengingatnya. Namu sayang, sebulan kemudianpun tak ada rekaman apapun yang dikirim lewat WhatsApp untuknya. Pernah dia menanyakan namun “gampanglah ntar kalo aku presentasi lagi pasti aku kirim.” Ntar itu kapan? Semester ini hampir berahir, tinggal menghitung hari.

Mungkin ini satu dari banyak hal yang harus membuatku sadar, bahwa aku hanya orang biasa untuknya. Telinga Hana mendengar suara batinnya. Untuk seorang cowok, perasaan bukanlah segalanya. Mereka tak begitu bisa merasakan hal-hal tersirat yang ingin perempuan-perempuan mereka ungkapkan. Bagi Hana ini sudah cukup nyata untuk dipahami. Tapi cowok berambut keriting itu tak pernah sedikitpun member tanda bahwa dia mengerti.

Dia selalu menjadi teman bercerita yang menyenangkan. Sedikit-sedikit, diam-diam Hana telah luluh, hatinya meleleh. Disaat hana merubah hidupnya sepi dari orang disekelilingnya justru cowok itu mulai mewarnai dunianya dengan orang-orang baru dalam masa perkuliahannya.

Ini proses yang dinamakan transisi dari rasa nyaman menjadi cinta, bagi Hana. Namun bagi cowok itu mungkin ini Hana hanyalah teman yang paling sering mendengar ceritanya, yang paling tahu banyak tentang dia, yang pernah saling bebagi kisah hidup masing-masing lebih dari orang lain.

Hana lalu menitipkan surat ini padaku sebelum dia perg untuk mengemasi kepingan hatinya yang berjatuhan ketika dia semakin sadar posisinya dihati cowok itu mungkin saja telah digantikan. Dan hari ini aku berdiri disini untuk menyampaikann pesan Hana padanya.

Dear cowok berambut keriting, temanku, sahabatku, seseorangku. Maaf, aku pergi.. pertama kali, kita hanya dua orang asing yang bertemu di tepi jalan. Lalu kita dikenalkan lewat tangan Tuhan, tanpa kita tahu awalnya kita menjadi dekat. kau adalah fatamorgana, aku melihatmu dari jauh tapi aku tak bisa mendekat. Jadi biarkan aku pergi seperti mimpi semalam yang hilang ketika fajar menjelang dan terlupakan. Bertemu denganmu dalam kesederhanaan akan membuatku mampu berpisah denganmu dalam kesederhanaan. Menjalani awal denganmu dengan wajar, akan menciptakan ahir yang wajar. Aku tidak pergi dari kehidupnmu, aku pergi dari perasaanku padamu. Temui aku kapanpun kau ingin, bicara padaku tentang apa saja yang kau mau, seperti biasa, aku masih orang yang sama untukmu, tapi kau tak lagi sama. Kau bukan lagi menjadi seseorang. Jika langit tergerak hatiny, aku memberimu kesempatan hingga detik terahir kau membaca ini. Jika tak ada hana hana yang lain yang bisa mendengar ceritamu lebih dari aku, maka kau boleh meminta aku mengembalikanmu sebagai seseorangku. Namun jika ada, semoga Hana yang baru tidak hanya bisa menjadi pendengar yang baik, tapi juga bisa menjadikanmu seseorangnya yang terbaik. Karna kita memang harus bertemu dan menjaga orang yang tepat kan. Dan orang yang tepat itu adalah mereka yang merasa nyaman mendengar keluh kesah kita danmereka yang merasa damai berbagi keluh kesahnya dengan kita. Karna kelak jika kita menua dan tidak bisa melakukan banyak hal, kita hanya bisa saling berbicara, saling mendengarkan . terimakasih untuk semuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun