Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Orang-orang Menyebut Ayahku Koruptor

10 Desember 2021   04:13 Diperbarui: 10 Desember 2021   04:16 2664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Kompas.Com

Aku harus menjenguknya. Biar bagaimana pun dia tetap ayahku. Ya, dia tetap ayahku. Aku masih ingat dengan pesan ibu sebelum beliau wafat.

"Sejelek-jeleknya ayahmu, dia orang tuamu. Engkau harus menghormatinya," kata ibu penuh nasehat.

"Walaupun dia seorang koruptor?" tanyaku.

"Dia ayahmu," jawab ibu sambil menatap wajahku yang sangat marah dengan aksi purba ayah menguntungkan dirinya dan merugikan orang banyak.

Ku tatap wajah ayah. Tampak kesedihan tergambar dalam wajah tuanya. Senyum manisnya yang selama ini menjadi pelipur bahagia kami saat dia tiba dari kantor, seolah tertutup dalam balutan kesedihan yang terpancar diwajahnya tanpa topeng. Ayah seolah merasa malu dengan kehadiranku. Ada rasa sesal yang amat mendalam dari guratan di wajahnya.

"Maafkan kesalahan ayahmu yang telah mencoreng nama baik keluarga," katanya pelan saat kami bertemu di sebuah ruangan di rumah tahanan.

Aku hanya terdiam. Tak menjawab. Suaraku amat berat untuk menjawabnya. Ku cium tangannya sebagai bentuk tanda baktiku sebagai anak kepada orang tua. Biar dia koruptor dan penjahat kemanusiaan, dia tetap ayah ku. Orang tua ku.

Aku menatap langit. Cahaya rembulan bersinar dengan indahnya. Terangi bumi dengan ikhlas. Tak ada basa-basi dalam cahaya terangnya. Rembulan menerangi bumi dengan setulus hati. Tanpa mengharapkan adanya sebuah harapan dari penghuni bumi, para manusia yang hidupnya beragam corak dan latar belakang.

Aku masih ingat dan ingat, pada suatu malam yang diterangi cahaya rembulan indah, saat aku bersama ayah duduk di belakang rumah dinas yang dijaga ketat sambil menikmati kopi.

"Apakah salah ayah mengharapkan sesuatu dari orang yang ayah bantu?" ujar ayah saat aku menanyakan kenapa ayah selalu meminta komisi dari anak buahnya.

"Toh mereka memberikannya dengan ikhlas kok tanpa paksaan," sambung ayah.
"Kalau mereka tak memberikan ayah komisi dari kegiatan di kantor, maka mereka para bawahan ayah itu akan ayah berhentikan dari jabatannya," jawabku dengan nada keras. Baru kali ini aku berbicara dengan ayah dengan nada suara yang kencang bak para orator demo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun