Cerpen : Siapakah yang Mengetuk Pintu Rumah Mereka Malam-Malam?
Suara ketukan itu laksana rintihan jiwa yang butuh pertolongan dengan amat segera. Ketukan itu menyelusup ke dalam rongga jiwa warga yang diam di pelosok negeri. Ketukan itu amat menyayat hati. Memilukan hati. Seperti pengemis yang butuh uluran tangan dengan segera dan cepat. Seakan-akan menyiratkan harus segera dibantu dan ditolong dengan secepat mungkin.
Suara ketukan itu selalu menghiasi malam-malam para warga. Beradu dengan suara media televisi di rumah warga. Dan para warga seakan sudah terbiasa dan menjadi maklum' Lama kelamaan warga pun mulai terganggu dengan ulah ketukan pintu itu. Para warga mulai sangat terganggu sekali dengan datangnya ketukan pintu yang menghampiri rumah mereka.
" Siapa sih orang yang tiap malam mengetuk-ngetuk pintu?," sergah warga dengan nada suara kesal.
" Kayak nggak punya pekerjaan saja itu orang," sambung yang lain.
" Ah, paling Mang Bengel yang ditinggal istri dan anaknya pulang ke kampung," jawab warga lainnya.
Sebulan yang lalu, istri mang Bengel dan anaknya pergi meninggalkan rumah kontrakan mareka. Mang Bengel masih berada di penjara karena terlibat korupsi. Saat mang Bengel pulang, rumah kontrakan mareka telah ditinggali orang lain. Dan mang Bengel selalu mengetuk pintu rumah warga untuk mencari istri dan anaknya yang telah kabur ke Desa karena malu atas perbuata purba suaminya.
Kini ketukan itu makin menggema bak retorika para politisi dipanggung kampanye. Usai magrib, tiap rumah warga diketuk. Dan fenomena ini terjadi tiap lima tahunan. Laksana siklus kehidupan. Ketukan itu sungguh  amat menyayat hati. Seolah-olah butuh pertolongan amat segera. Ketukan itu amat memilukan. Seperti orang yang butuh bala bantuan yang sangat penting dan urgen. Dan ketukan menyayat hati itu selalu menjadi ornamen malam rumah warga.
Kekesalan warga terhadap dentingan ketukan itu akhirnya mareka sampaikan kepada kepala  keamanan Dusun. Dengan kompak mareka datangi rumah Kepala Kemanan Dusun. Melihat warganya ramai datang ke rumahnya, Pak Kepala Kemanan Dusun tampak gugup. Kain sarung yang digunakannya usai sholat magrib tadi tampak melorot sedikit.Â
Sinyal berupa kedipan mata istrinya membuat Kepala Keamanan Dusun kembali menarik kain sarungnya hingga tepat pada poisisnya yang benar sesuai batas dan ukurannya.Dalam hatinya ada apa gerangan warganya berkelompok datang ke rumahnya malam-malam ini? Tak biasanya warga kompak datang ke rumah. Apalagi semuanya pakai sarung dan berkopiah. Pasti ada yang penting jerit hati Pak Kepala keamanan Dusun.Â
Apakah berkaitan dengan hilangnya kompor gas bantuan? Apakah warga sudah tahu banyaknya beras raskin yang diberikan kepada mareka yang tak berhak menerimanya? Atau warga sudah tahu tentang....? Seribu tanya menggelayut dalam hati kecil Pak Kepala Keamanan Dusun. Sejuta senyum  ditebarkannya,saat menyambut kedatangan para warga.
"Pak Kepala Keamanan, kami mohon bantuan agar para pengetuk pintu rumah kami itu ditangkap," pinta warga.Â
Mendengar permintaan warga Pak Kepala Kemanan Dusun tersenyum lebar. Senyum kembali ditebarkannya.
" Kalian ini ada-ada saja. kok orang mengetuk pintu rumah kok disuruh tangkap. Mareka kan mau bertamu. Mau bersilahturahmi," jawab Pak Kepala Kemanan dengan narasi mantap sebagaimana narasi para petinggi negeri yang sering kita lihat di tipi itu.
' Iya, Tapi masa mengetuk pintu tiap malam tiap menit tanpa interval waktu. Apa nggak sakit tangan mareka itu?. Dan apakah mulut mareka nggak letih," timpal warga yang lain.
"Pokoknya kami minta dengan hormat, Pak Kepala keamanan melaporkan kondisi dan fenomena alam ini kepada Pak Kadus sebelum bencana ini menimpa warga yang lainnya," pinta warga.
Dengan tanggap, Pak Kepala Keamanan bersama dengan warga langsung mengayunkan kakinya menuju rumah pak Kadus. Dihalaman rumah Pak Kadus tampak ramai dengan warga Dusun lainnya.
" Kami minta dengan hormat Pak Kadus, agar para pengetuk pintu rumah kami ini ditertibkan dan kalau perlu ditangkap karena sudah meresahkan para warga yang ingin beristirahat di rumah. Hanya dirumahlah tempat kami berisitirahat," ujar warga Dusun lain.
" Saya paham dan mengerti dengan keresahan dan ketergangguan kalian semua. Rumah saya juga hampir tiap menit bahkan  tiap detik diketuk. Saya juga resah dan terganggu dengan aksi ketuk pintu ini," jawab Pak Kadus. " Dan besok saya akan lapor kepada Pak Kades. Kalian tenang. Semua pasti ada solusinya," jawab Pak Kadus dengan diksi bijak dan berwibawa.
Esoknya dengan semangat 45 Pak Kadus langsung melaporkan fenomena yang dialami warganya kepada Pak Kades. Pimpinan Desa ini hanya senyum-senyum saja mendengar laporan pak Kadus.
" Lho kok Pak Kades tersenyum? Memangnya Pak Kades sudah tahu ya siapa pemgetuk pintu rumah warga," tanya Pak Kadus dengan rasa heran.
' Ha..ha..ha.. Pak Kadus kan tahu, Sekarang  ini sedang ada perhelatan siklus lima tahunan. Pesta demokrasi, Adalah wajar mareka para kandidat itu datang ke rumah warga minta dukungan dan simpati agar dalam pesta demokrasi nanti para warga memilih mareka," jelas Pak Kades.
Memasuki hari ke sembilan ketukan itu makin merajalela. Bersenandung dengan nada liarnya. Menggema hingga menusuk hati nurani warga tanpa ampun. Tingkat emosi warga sudah tak terbendung. Sudah diubun-ubun.Ingin rasanya mereka memecahkan kepala sang pengetuk pintu rumah mareka. Dan ketika fenomena ini sampai ke telinga pembesar Partai di Kota, dirinya sungguh bahagia mendengar kabar keresahan warga ini.
" Akhirnya misi kita sampai juga. Misi kita berhasil .Sukses besar. Para warga sudah tahu dengan kandidat kita. Rakyat sudah tahu dan mengenal calon anggota legislatif kita," ujar pembesar Partai dengan narasi yang bahagia dibalut dengan senyum kemenangan.
" Bukankah calon yang kita ajukan tak mumpuni Pak,? Malah calon yang kita usung menyusahkan masyarakat karena mareka tak berkwalitas? Apakah ini tak merugikan Partai kita ke depannya Pak? tanya anggota Partai dengan heran.
" Kalian harus paham dan memahami semua ini secara politik.Kalian semua sebagai kader harus tahu. Dalam pemilihan seperti ini kandidat berkwalitas bukanlah jaminan Partai kita akan menang. Buat apa kita menyodorkan kandidat yang berkwalitas kalau tak dipilih masyarakat. Kita ini butuh kandidat yang mampu mengeskalasi suara warga. Mampu menarik massa dan memilih kandidat kita. Soal nantinya kandidat kita tak tahu apa-apa dalam bekerja itu bukanlah masalah. Toh yang jadi masalah dan dirugikan adalah masyarakat yang memilih kandidat kita yang tak tahu apa-apa. Yang penting bagi Partai kita yang dipilih warga adalah kandidat kita yang mendatangi rumah warga tiap malam dan kita menang. Dan saya sebagai pembesar Partai akan berkuasa di daerah ini," jawab Pembesar Partai sambil tertawa lebar.
Para anggota Partai terdiam. Membisu. Tak ada satu suara pun yang berdesis. Ruangan pertemuan itu hening. Sepi. Hanya dengus anjing hutan dan kucing hutan yang saling mendengus di hutan kecil yang berada di belakang kantor Partai. Semua mulut terkunci.
Malam makin meninggi. Rembulan malam mulai bergegas ke peraduannya. Membahagiakan dirinya usai bekerja keras terangi jiwa-jiwa manusia di bumi. Cahayanya mulai redup. Bintang-bintang dilangit tak tampak kerlipnya. Enyah entah kemana. Mentari pun mulai terbangun dari mimpi panjangnya. Geliatnya mulai terasa panas. Sepanas hati para warga yang sangat terganggu dengan dentingan ketukan pintu tanpa nada di rumah mareka. Ya, ketukan pintu dari para pengemis suara rakyat.
Toboali, minggu pagi, 31 Oktober 2021
Salam sehat dari Kota Toboali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H