Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kemuliaan Sebuah Palu

28 September 2021   19:36 Diperbarui: 28 September 2021   19:44 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Aku kan kost di kota ini. Jauh dari orang tua. Jadi tak bisa mengenalkan kalian dengan keluargaku," kilahnya saat teman-temannya memintanya mengenalkan keluarganya kepada mareka.

Usai makan malam bersama ayah dan ibunya di meja makan, Gadis langsung meninggalkan meja makan keluarga. Tapi ayahnya tiba-tiba memintanya untuk tidak meninggalkan meja makan.

" Ayah ingin menyampaikan kabar baik. Ayah akan dilantik jadi Hakim Agung," jelas sang ayah.

Wajah Gadis tak berubah sama sekali mendengar verita bahagia dari ayahnya. Biasa saja. Tak ada istimewanya. Beda dengan wajah ibunya yang tampak sumringah. Bahkan rona merah seolah memancar dari kerut wajah cantiknya. Sisa kecantikan yang tersisa dari seorang mantan putri Indonesia puluhan tahun silam.

" Kok kamu tak gembira mendengar berita gembira ini?," tanya sang Ibu.

Gadis langsung meninggalkan meja makan tanpa menghiraukan suara ayah dan ibunya yang memintanya tetap berada di meja makan. Gadis langsung mengunci pintu kamarnya dan mengurung diri di kamar.

Sebagai anak tentu saja Gadis bangga dengan kerja keras ayahnya. Ayah yang bijaksana. Berpendidikan tinggi. Terkenal dan dhormati orang. Pergaulannya luas. Apalagi ayahnya berprofesi sebagai hakim yang menjadi tulang punggung bangsa ini dalam menegakkan keadilan buat pencari keadilan.

Gadis teringat dengan kisah dua tahun lalu, saat dirinya baru memulai kuliah di Kota. Seorang sahabatnya terpaksa harus berhenti kuliah karena tak mampu membayar biaya hidupnya selama kuliah. Menurut cerita temannya itu ,keluarganya diperas habis-habisan oleh hakim yang menanangani perkara ayahnya yang terlibat penyalahgunaan wewenang.

" Ayah saya dijadikan ATM," keluhnya.
" Mareka selalu minta uang kepada ayah saya," lanjutnya.
" Ada-ada saja alasannya. Anaknya sakit. Anaknya minta kirim uanglah," urai temannya dengan nada keluhan yang amat memilukan.
" Bahkan menurut cerita ayah saya, anaknya mau minta dibelikan handphone saja, minta ke orang tua saya. Yah akhirnya, orangtua saya masuk penjara karena tak mampu menuruti kehendak mareka," ujar temannya sambil menutup cerita dukanya dengan suara yang amat memilukan.

Gadis hanya menarik nafas mendengar cerita itu. Dirinya seolah merasa bersalah atas kejadian itu.  Gadis kesal karena tak bisa membantu temannya.

Cahaya alam semakin menipis. Cahaya rembulan menembus rongga setiap sudut rumah dan Kota. Sinar nakal kunang-kunang yang bertebaran di hutan kecil menmbah indah ornamen malam itu. Sebuah malam yang amat dirindukan segenap manusia.  Sebuah malam yang amat ditunggu manusia kehadirannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun