Cerpen : Atokku, lelaki Hebat Sekali
Atok. Demikianlah kami sebagai cucu memanggil Ayah kandung Ibu. Sehari-hari pekerjaannya cuma membuat gula aren. Usai sholat subuh di masjid, dengan mengendarai sepeda ontanya, Atok memulai aktivas paginya ke kebun untuk mengambil buah aren dari pohonnya. Atok biasanya, tiba di rumah sebelum azan  Zohor berkumandang dari corong pengeras suara masjid. Dan usai menunaikan sholat zohor berjemaah di masjid, Atok kembali pergi untuk menaiki pohon aren. Biasanya sebelum magrib, Atok sudah tiba di rumah.
Aku sebagai cucunya sangat bahagia, kalau saat liburan diajak Ibu ke rumah Atok. Sangat bahagia sekali. Atok selalu memanjakan kami dengan membeli sesuatu yang kami minta. Tak ada yang tak dipenuhi Atok, apa yang kami minta. Mulai dari es hingga makanan kecil khas anak kecil lainnya.
Saat aku bersekolah SMA, aku tinggal jauh dari orang tua. Aku kost. Tempat kost ku, kebetulan tidak jauh dari rumah Atok. Biasanya setiap sabtu sore aku sudah meluncur ke rumah Atok. Dan pulangnya senin pagi.Â
Dan usai Atok sholat Isya di masjid, di teras rumahnya yang halamannya penuh dengan buah dukuh, ditemani cahaya rembulan yang bening, Atok bercerita tentang masa mudanya sambil memainkan alat musik gitar ukulelenya. Dia dengan gembira melantunkan lagu-lagu lama sangat asing ditelingaku. Berhubung nada dan harmoninya terasa sangat melankolis, aku pun lama-lama amat menikmatinya.
" Ini lagu Belanda," ujar Atok sembari bernyanyi.
 Aku terdiam.
" Hebat benar Atok. Bisa menyanyikan lagu Belanda," batinku bergumam.Â
Atok terus mendendangkan lagunya hingga aku kadang tertidur di kursi tamu rumahnya.
Sabtu sore itu, aku kembali menginap di rumah Atok. Aku kembali malas untuk pulang ke rumah orang tua ku yang jaraknya sekitar 120 Km dri tempatku mengeyam pendidikan di sekolah Menangah Atas. Maklum saat itu untuk menempuh jarak 120 Km harus ditempuh dengan waktu sekitar 3 hingga 4 jam. Maklum jalanan ke Kampung ku saat itu masih belum sebagus sekarang. Aspalnya cuma setengah. Sisanya penuh dengan lubang dan tanah merah. Debunya minta ampun.