Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ada Cerita Peneboek di Kampung Lilot

23 September 2021   23:04 Diperbarui: 23 September 2021   23:13 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam di desa Lilot berubah menjadi sangat mencekam. Matahari selalu pamit dengan rasa waspada yang tak tertahankan. Jadwal mengaji anak-anak yang tadinya selepas magrib menjadi lebih cepat. 

Para pemuda tak lagi memetik gitar dan melewati malam dengan botol tuak. Saat gelap tiba, pintu -pintu setiap rumah dikunci dengan rapat, juga jendela. Semuanya berubah.

Setidaknya dalam beberapa minggu ini, suasana malam di Desa Lilot amat kontradiksi dengan suasana kehidupan yang sebenarnya yang dilakoni para warganya dalam berkehidupan dan bersosialisasi sebagai warga bangsa. Keakraban dan semangat gotong royong adalah simbol hidup dan kehidupan para warga di Desa yang terletak dekat Pantai ini. 

Kini usai sholat Isya, para warga lebih senang berada dalam rumahnya masing-masing. Para penghuni Desa lilot lebih bahagia berkumpul bersama keluarganya di rumah dengan kondisi apa adanya. Tak ada lagi suasana malam yang sarat dengan kelakar dan kumpul-kumpul di depan rumah warga menyongsong rasa kantuk. 

Tak ada lagi bunyi koor tawa dan derai bahagia yang biasanya selalu menjadi simbol keakraban para warga. Tak ada lagi saling berkunjung usai Sholat Isya. Simbol keakraban yang menjadi roh kehidupan di Desa Lilot itu kini sirna. Diterjang angin isu yang menggema dalam nurani warga taqnpa ampun dan tak bisa tertahankan oleh warga Desa.

Kini Semua warga asyik masyuk dengan aksinya masing-masing di rumah mareka. Desa Lilot sepi dan hening hingga suara adzan Subuh berkumandang. Kalaupun ada suara yang terdengar, itu adalah suara knalpot-knalpot konvoi mobil yang datang pada tengah malam menuju lokasi pantai di Desa Mereka.

Berita tentang peneboek (cerita kuno tentang pemenggal kepala anak kecil yang biasa digunakan untuk tumbal )  yang beredar hingga menembus jantung para warga, telah membuat para warga hidup dalam tingkat kewaspaaan yang tinggi dalam melindungi keluarganya. Perlindungan yang diberikan warga terhadap sekitarnya mengalah kepedulian dari para pemimpin yang telah mereka pilih dengan tulus ikhlas untuk melindungi darah dan tumpah darah bangsa.

Dan kini,tak heran usai dari aktivitas disiang hari, para warga Desa Lilot selalu ingin pulang ke rumah dan bertemu dengan anak istri dan keluarga mareka. Kalau dulu mareka berani melaut hingga bermalam-malam meninggalkan keluarga, kini mareka baru berani mencari nafkah saat matahari telah terbangun dari mimpi panjangnya yang selalu ingin menerangi penghuni bumi dari kegelapan.

Beberapa hari berada di Desa kelahirannya, membuat Rian amat tidak bahagia dengan suasana yang terjadi. 

Kepulangannya ke Desa Lilot tempatnya dilahirkan dan dibesarkan selain ingin melihat orang tuanya, juga ingin dimanfaatkan Rian untuk mengenang masa-masa lalunya yang indah di Desa ini, utamanya pada saat malam tiba. 

Selain bisa menikmati indahnya rembulan, suasana keakraban antar warga usai Isya selalu membuatnya rindu pada desa kelahirannya. Namun impian itu kini sirna. Isu penebuk telah membuat warga sibuk mengamankan diri dan keluarga masing-masing.

Siang itu, ketika sinar matahari mulai memancarakan cahaya terangnya, Rian mendatangi warung kopi milik Pak Aceng yang terletak di ujung Desa. Para warga yang biasanya ramai  memadati warkop tersohor di Desa itu, siang itu pengunjungnya terlihat sangat terbatas, hanya pada bebebrapa orang saja. 

Warkop ini biasanya menjadi tempat para warga berkumpul dan saling bercengkrama sesama warga. Kadang kala jadi tempat mencari dan mendapatkan informasi tentang berbagai hal yang menjadi trending topik di masyarakat.

Kehadiran Rian di Warkop Mang Aceng disambut dengan wajah sumringah oleh Mang Aceng dan beberapa warga yang sedang asyik menyeruput dan menikmati kopi terbaik karya istri Mang Aceng. Maklum sudah hampir 9 tahun, Rian tak pernah pulang ke Desa usai menamatkan pendidikannya di Kota.

" Silahkan masuk, wahai orang kota. Apa kabar," sapa Mang Aceng dengan nada suara penuh keakraban sambil tertawa renyah dan menyalami tangan Rian.
" Ah, Mang Aceng bisa aja. Saya ini masih orang udik. Orang kampung ini. Orang Desa ini, Mang. Kebetulan saja kini saya berkarya di Kota. Habisnya di Desa ini tak ada yang mau menerima saya bekerja," jawan Rian dengan nada canda. Dan tawa pun menggelegar dari para warga yang hadir di Warkop.
" Tak ada yang bisa membayar gaji untuk Nak Rian," sambung Mang Mui.
" Sebagai warga kampung kami bangga dengan Nak Rian yang bisa bekerja dan mengabdi di Kota. Membawa nama baik Desa ini. Dan ini bisa jadi katalisator bagi anak-anak Kampung untuk bersekolah tinggi," sahut Mang Dio yang diamini para warga yang hadir.
" Kok jarang ngumpul di depan rumah lagi, Mang? tanya Rian. 

Mendengar pertanyaan Rian, semuanya terdiam. Membisu. Hening. Tak ada satu kata pun yang meluncur dari mulut para warga. Seakan terkunci rapat-rapat.

Usai Sholat Isya berjamaah di masjid Kampung, Rian langkahkan kakinya menuju rumah Pak Kades. Jarak rumah pimpinan tertinggi Desa dengan masjid hanya sekitar 9 rumah. Dan tanpa tersadari, kaki Rian pun telah terhenti di halaman rumah Pak Kades yang masih tetap tak berubah. Masih rumah yang dulu walaupun Pak Kades telah dua kali menjabat sebagai kepala Desa.

Kehadiran Rian disambut dengan hangat oleh Pak Kades dan istrinya. Kehadiran Rian di rumah pimpinan tertinggi Desa seakan menjadi tempat untuk saling berbagi. Ini terlihat dari wajah sumringah Pak Kades dan istri saat menyambut Rian. Seakan-akan ada beban yang hilang dari pundaknya.

" Kita memang harus menyelidiki isu ini, Pak Kades. Tak bisa kita biarkan warga hidup dalam isu yang tak jelas asal usulnya. Di zaman yang sudah moderen ini mana mungkin ada penebuk. Tak kan mungkin orang membuat bangunan dan jembatan menggunakan tumbal kepala anak kecil," jelas Rian sambil menikmati kopi yang dihidangkan istri Pak Kades.
" Itulah nak Rian. Saya sebagai pimpinan Desa telah menyampaikan kepada warga agar tak percaya pada isu ini. Tapi mareka masih belum percaya 100 persen. Isu ini telah membuat warga panik dan takut. Mata pencaharian mereka pun berkurang yang tentunya amat merugikan keluarga mareka," jawab Pak Kades.
" Lantas kenapa kini para warga jarang melaut malam hari Pak Kades?." tanya Rian.

Pak Kades hanya terdiam membisu. Tak ada satu narasi pun keluar dari mulut pimpinan Desa Lilot ini. Rian teringat dengan cerita Ibunya saat dirinya masih kecil soal legenda Peneboek ini. 

Peneboek adalah narasi yang dinarasikan para orang tua kepada anaknya ketika anaknya berkeliaran saat siang hari dan menjelang magrib. 

Peneboek adalah narasi tentang orang jahat yang memenggal kepala anak kecil untuk dijadikan tumbal pembangunan jembatan. Sebagai anak kecil Rian saat itu langsung bergidik dan memeluk Ibunya. 

Namun ketika isu Peneboek dilontarkan Ibunya, diluar rumah banyak orang-orang dewasa bernarasi tentang penyelundupan di pantai mereka.

Jam telah menunjukan pukul 01.00 dinihari. Bersama Pak kades dan Hansip serta dibantu beberapa pemuda Desa, Rian pun berangkat menuju pantai. Lewat jalan tikus yang hanya diketahui para warga Desa, mareka pun tiba di pantai.  keindahan pantai saat malam sungguh indah dan mempesona. 

Dan ini yang amat dirinui Rian kalau pulang Desa.

Hanya dalam hitungan menit, konvoi mobil yang selama ini selalu menghiasi malam-malam di Desa Lilot pun tiba. Di laut tampak sebuah kapal ukuran besar merapat. Dan dalam hitungan menit muatan-muatan dalam mobil truk pun mulai dipindahkan menuju kapal.

Dan sebelum proses pemuatan selesai, tiba-tiba puluhan aparat langsung menyergap mareka. 

Dan hitungan menit semuanya tak berkutik. Truk-truk bermuatan tadi pun langsung menuju arah Kota Kecamatan dengan dikawal aparat keamanan berseragam menuju kantor Polisi. Sementara beberapa aparat keamanan, tampak mengamankan kapal yang masih bersandar di dermaga kayu Desa.

Paginya kegemparan melanda Desa Lilot. 

ehebohan melanda Desa terpencil ini. Desa ini tiba-tiba ramai dengan kunjungan para petinggi aparat keamanan. Para wartawan dan juru kamera pun turut meramaikan Desa yang tak pernah tersentuh pembangunan ini, 

Para warga kini mulai tahu dan paham mengapa isu penebuk ini selalu digemakan hingga menembus jantung mereka. Dan yang amat membahagiakan warga, penangkapan para penjahat yang merugikan negara ini ternyata upaya dari putra Desa mareka yang kini ternyata seorang aparat keamanan berpangkat yang bertugas di Kota.

" Saya atas nama warga, sungguh bangga Nak Rian. ternyata kecintaan Nak Rian terhadap Desa tak luntur oleh pangkat dan tempat tinggal. Setidaknya kejadian semalam telah mengabarkan kepada kami semua warga Desa untuk tidak percaya dengan isu-isu yang tak jelas asal muasalnya. Kami bangga nak," kata Pak Kades sambil memeluk Rian yang ditimplai tepuk tagan yang bergemuruh dari para warga.
" Hidup Rian. Hidup Rian," teriak mereka dengan nada suara bahagia dan bangga.

Matahari mulai mengemaskan diri dari bum yang gersang. Rembulan pun menyambutnya dengan riang. Malam pun tiba. Rumah para warga pun telah terang kembali. 

Bercahayakan kebahagian. 

Gelak tawa dan canda mulai menghiasi malam Desa Lilot. Para warga mulai bercengkrama. Dan Rian pun larut dalam keakraban itu yang selama ini menjadi simbol warga Desa Lilot. Dan itu yang selalu dirindui Rian saat pulang ke Desanya. 

Ya, Rian merindui suasana keakraban yang tulus yang ditemuinya semenjak dirinya kecil di Kampungnya.

Toboali, kamis malam, 23 September 2021

Salam sehat dari Kota Toboali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun