Aku cuma terdiam. Mematung. Tak ada bantahan dari mulutku.
Sebagai seorang tetua, Nyai mempunyai feeling saat aku mengenalkan seorang wanita bernama Sulastri kepadanya. Nyai tampak gembira saat aku bersama Sulastri datang ke rumahnya.Â
Nyai sangat antusias. Nyai sangat asyik bercerita dengan Sulastri calon istriku.Â
Mareka tampak sangat akrab. Bak dua orang yang sudah saling mengenal.
"Itu adalah wanita yang cocok mendampingimu. Dan Nyai sangat setuju dengan pilihanmu. Dia mirip dengan Nyai," bisik Nyai saat aku dan Sulastri meninggalkan rumah Nyai.
Kini Nyai telah wafat. Sebagai cucu aku sangat bahagia, saat menikah Nyai masih bisa melihat aku duduk dipelaminan. Aku sangat bahagia.Â
Dan sebagai cucu pertama Nyai, aku pun sangat bahagia karena banyak petuah Nyai yang hingga kini masih terngiang di otak ku yang akan kuwariskan kepada anak cucuku nantinya.Â
Terutama soal nasehatnya bahwa kehormatan seorang manusia itu bukan diukur dari harta dan kekuasaannya, namun sejauh mana dia sebagai manusia bisa mewariskan sesuatu yang berguna bagi orang banyak.Â
Dan tetap dikenang hingga ajal menjemputnya. Bahkan hingga ke liang kuburnya.
Nyai, aku cucumu sangat bangga padamu. Dan Alfatihah buat Nyai ku.
Toboali, Senin malam, 20 September 2021