Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen : Lelaki yang Menghapus Airmata Wanitanya

4 September 2021   00:39 Diperbarui: 4 September 2021   01:06 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkenalannya dengan seorang pimpinan perusahaan telah mengubah jalan hidupnya. Astuti dengan sengaja mengencani teman bisnis Ayahnya dengan harapan ada perubahan dalam kehidupan keluarganya. Dan Astuti tak dapat mengelak saat gerimis pagi membasahi bumi dirinya harus rela memberikan kuntum bunganya kepada lelaki itu. Dan Astuti mulai merasakan kenikmatan sebagai manusia dewasa saat birahinya mampu dialirkan seorang lelaki sahabat Ayahnya. Dan peristiwa sesat itu terus terulang hingga dirinya dinyatakan positif hamil.

Astuti menelan kepahitan saat lelaki itu tak mau mempertanggungjawabkan apa yang telah mareka lakukan saat gerimis pagi tiba.
" Aku? Aku harus mempertanggungjawabkan kehamilanmu? Ha..ha..ha. Tanya Ayahmu bagaimana dia memperlakuan hal yang sama kepada istriku," jawab lelaki itu.
" Agar kamu tahu ya. Ayahmu telah menanam benih diperut istriku sehingga aku dengan terpaksa harus mengawininya dengan rasa malu yang besar sebagai seorang lelaki," sambung lelaki itu dengan narasi penuh kebencian.

Gerimis pagi ini telah usai. Awan cerah. Mentari bersinar dengan garangnya. Sinarnya menerobos masuk hingga ke pelosok hati manusia di alam ini. Sebuah ketukan mengagetkan Astuti. lamunanya terhenti.
" Mas Dedi," ujarnya setengah tak percaya melihat seorang lelaki flamboyan berada di hadapannya.
" Aku datang untuk melamarmu," jawab pria itu.
" Betul Astuti. Mas Dedi sudah lama tinggal di kampung ini. Sama lamanya dengan dirimu. Cuma nak Dedi sibuk dikebun. Dia berjanji akan datang meminangmu saat gerimis mulai redah," sela Wak Mina.
" Benar Astuti. Semenjak saya mendengar kamu diungsikan keluargamu disini dan tak pernah kuliah lagi, aku bertekad untuk melamarmu dan meminangmu," kata Dedi.
" Walaupun aku sudah ternoda?," tanya Astuti.
" Bagiku kamu adalah Astuti yang ku kenal sejak kita masih kanak-kanak dulu. Dan engkau adalah ibu dari anak-anakku. Matahari dari hidupku dan anak-anakku. Anka-anak kita kelak," jawab Dedi mantap.

Kecerahan alam semesta yang terang benderang menghanatarkan keduanya menatap masa depan yang indah. Cahaya matahari menyusup ke dalam relung keduanya menatap kehidupan yang cerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun