Malam semakin menjauh. Kgelisahan masih melanda otak Masjon. Perdebatannya dengan Kang Emot tadi membuatnya seolah menjadi pemimpin yang tak berarti dan tak bisa membalas budi kaum miskin dan warga Kampung Airmata yang telah memilihnya dengan ikhlas dan bahagia.Â
Kata-kata heroik yang dikemukan kang Emot membuatnya malu dan rendah diri kepada publik yang telah memilihnya dengan sukarela. Dan Masjon ingat betul bagaimana saat masa kampanye para warga Kampung Airmata secara gotong royong mengumpulkan dana untuk menambah pundi-pundi kampanyenya yang memang cekak.
" Semoga dengan dana ala kadarnya ini, Bapak bisa menjadi pemimpin kami dan membahagiakan kami," ujar sesepuh Kampung saat itu. Dan dengan airmata berlinang Masjon menerima dana gotongroyong itu.
Pagi itu mentari tersenyum dengan sinarnya yang indah. Keindahan sinarnya menusuk nurani para penghuni bumi ini. Keindahan sinarnya seolah menjadi simbol semangat hidup. Siulan Masjon selama perjalanan ke kantor menambah indahnya pagi itu. Siulan yang menyenandungkan lagu-lagu perjuangan. Apalagi sepanjang perjalanan dirinya melihat beragam spanduk dan  baliho berisikan penolakan dari warga terhadap Kampung Airmata.
Dan sebagai pemimpin Masjon kini telah mempunyai jawaban soal penggusuran Kampung Airmata. Ya, dirinya sebagai pemimpin masyarakat tidak akan menggusur lahan Kampung airmata. Dan saat hendak tiba di Pendopo Pemda, sebuah pesan singkat masuk ke handphonenya.
"Terima kasih telah berpihak kepada rakyat. Engkau memang pemimpn masa depan bangsa ini," tulis pesan singkat itu.Â
Senyum pun mengembang dari wajah Masjon.Â
Kang Emot...Kang Emot.Â
Toboali, Senin pagi, 23 Agustus 2021
Salam sehat dari Kota Toboali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H