Cerpen : Ada Suara Ditengah Malam
Suara berbalut jeritan itu terus bergema hingga menghingarbingarkan malam-malam para warga Kampung yang hidup dalam kedamaian. Suara itu terdengar di telinga sungguh  menyayat hati yang mendengarnya. Seperti suara yang perlu pertolongan dengan segera dan cepat. Suara itu sungguh memilukan, bahkan teramat memilukan. Menerobos tulang belulang nurani penghuni Kampung yang sedang terlelap dalam buaiana mimpi yang beragam tentang hari esok.
Diawal-awal suara itu datang bergema, memenuhi ruang malam Kampung, warga  Kampung secara bergotong royong membantu dengan sangat antusias. Maklum gaya hidup masyarakat Kampung amat toleran dan masih mengkedepankan rasa gotong royong dan mengagungkan suara nurani terdalam yang mengguyur jiwa mereka. Dengan urun rembug para warga Kampung, akhirnya secara ikhlas para penghuni Kampung membantu suara yang datang menyerang malam-malam warga yang memang terlihat perlu pertolongan dengan segera dan cepat.
" Sebagai warga, mari kita bantu suara itu seikhlas kita," ajak Pak RT kepada para warganya.
" Siap Pak RT. Inikan kewajiban kita sesama warga untuk saling tolong  menolong sesama warga yang membutuhkan," sahut seorang warga  yang diamini narasi setuju oleh para warga yang sedang berkumpul di Pos Ronda Kampung.
Warga Kampung mulai terusik ketika suara itu kembali terdengar dalam keremangan malam Kampung yang damai. Suara menyayat jiwa yang datang tengah malam itu kembali memenuhi relung nurani warga. Terdengar dengan sangat jelas digendang telinga warga. Membuat para warga Kampung mulai terusik.
" Apa sih maunya suara itu," tanya seorang warga yang sedang berkumpul di Pos Ronda.
" Iya. Kemarin kan sudah kita bantu," sergah warga yang lain.
" Jangan-jangan suara itu mempermainkan kita dengan berbalut rasa kemanusian," ujar seorang warga dengan penuh tanda tanya.
" Barangkali dia memang perlu bantuan. Besok kita kumpulkan bantuan dan serahkan langsung," saran Pak RT yang dianggukan para warga.
Disebuah rumah, pemiliknya sedang menikmati rasa bahagia. Mareka melahap makanan berklas di atas meja makan mereka. Ada rendang daging. Ikan pepes hingga gulai ayam yang jarang ternikmati oleh lidah para warga kampung. Sementara  isi perabotan rumah mereka pun berklas tinggi.  Ada televisi ukuran besar. Kulkas pun ukuran jumbo yang tak dimilki para warga kampung.  Dan sejuta tawa terdengar sangat bahagia dalam ruang rumah itu. Menggambarkan sebuah kebahagian penghuninya. Sementara diluar rumah, cahaya malam meredup. Tak ada rasa bahagia yang dari sinar cahaya rembulan. Seolah ada luka dalam sinarnya yang semestinya benderang menyinari jagad raya.
" Bapak harus rajin-rajin berkeluh kesah biar dapat simpati dar Pak RT dan warga Kampung," ujar seorang perempuan.
" Oh, ya. Itu wajib. Â Kita harus mengekploiasikan kegelisahan kita kepada mareka biar kegelisahan kita menyerang nurani mareka. Dan mareka bersimpati sehingga kita dapat sesuatu yang membuat kita bahagia dan bahagia,' jawab seorang lelaki sembari tertawa lepas.
Suara rintihan itu terus terdengar sebagai penghias malam Kampung. Semakin malam  suara itu semakin bergema digendang telinga para warga. Menjadi penghias malam yang sunyi. Bersaing dengan suara jangkrik malam. Berpadu dengan desis anjing hutan liar yang mencari makan di hutan kecil dekat perbatasan Kampung.
Suara rintihan itu terus bergema membelah malam para warga. Menjadi penghias malam Warga kampung. Suara rintihan terus berbunyi. Para warga terus terlelap dalam mimpi indah mareka tentang hidup. Suara itu seolah menjadi lagu peninanbobokan para warga. Suara rintihan yang terus bergema seolah menjadi penghantar tidur para warga Kampung. Suara rintihan itu terus bersenandung tanpa henti. Dan tanpa malu.
Toboali, sabtu malam, 12 Juni 2021
Salam sehat dari Toboali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H