Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Hijrah Pilihan

10 Juni 2021   16:10 Diperbarui: 10 Juni 2021   18:39 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen : Hijrah Pilihan

Kehancuran Desa Ancoklilot dalam lima tahun terakhir membuat warga Desa merasa bersalah. Kekacaubalauan pembangunan di Desa mareka kini jadi trending topik di berbagai media dan publik.Rasa malu pun mulai melanda nurani para warga Desa. Pilihan warga Desa lima tahun yang lalu membuat Desa mareka yang dulunya hebat dan berdaya saing tinggi kini anjlok. Dukungan warga Desa terhadap Matliluk ternyata hanya membuahkan penderitaan dan menghasilkan dosa saja. Dan ini seakan menjadi penyesalan yang berkepanjangan di hati para warga.

"Bagaimana nggak berdosa kita ini,kalau pemimpin yang kita pilih gagal total menjawab keinginan seluruh masyarakat selama rentang waktu lima tahun ini.Padahal kita iklas memilihnya tanpa embel-embel apapun," ungkap Roy dengan nada setengah kecewa.

"Benar Bung. Kita ternyata salah. Salah besar,"sambung Tea.

"Untuk membalas dosa kita terhadap masyarakat,maka kita harus menjawabnya dengan membantu Pak Juara dalam Pilkades bulan depan. Bukankah selama kepemimpinannya dulu Desa kita hebat dan berdaya saing dengan Desa-desa lainnya di Kecamatan ini," Jawab Roy.

" Bahkan di era beliau memimpin Desa kita hebat dan disegani Desa-desa lainnya di Kabupaten ini," sambung rekan Roy yang lainnya sambil menyeruput kopi yang sudah mati rasa.

Kesalahan moral yang dilakukan Roy dan kawan-kawan,bukan hanya membuat Desa mareka hampir bergabung dengan Desa sebelah,namun membuat Desa mareka menjadi bulan-bulanan para aparat hukum. Hampir tiap minggu para penegak hukum datang ke Kantor Desa untuk memeriksa para aparat Desa. Menjadi panorama yang biasa di Kantor Desa kalau masyarakat melihat datangnya para aparat hukum. Dan sudah menjadi ornamen yang lazim pula ketika pada pagi hari saat masyarakat membaca suratkabar, berita tentang korupsi di Desa mareka muncul di headline koran.

Kegagalan Matliluk yang menempatkan perangkat Desa bukan pada pengetahuannya dan pengalaman kerja serta kompetensi aparat Desa membuat para aparat Desa banyak melakukan kesalahan. Belum lagi beredarnya desas desus tentang adanya setoran ke atas membuat nilai proyek menjadi minim dan kadang tak sesuai dengan peruntukannya.

"Terus terang, problem kami yang paling urgen adalah soal setoran ke pimpinan. Kalau tidak maka kita siap-siap dimutasi ke bagian yang tak sesuai dengan kompetensi kita. Contohnya Pak Mari. Pengalaman kerjanya sebagai Kasi Pemerintahan tiba-tiba dioper ke bagian pengairan. Kan tidak cocok dengan pengalaman dan pengetahuannya," ungkap Pak Tri kepada rombongan Roy yang datang menemuinya.

" Belum lagi soal keterlibatan istri pimpinan yang sok berkuasa dan minta selalu dihargai itu makin membuat kami ini terjerumus dalam lingkaran yang tak bertuan dan dalam jurang kesesatan dalam mengabdi sebagai pelayan masyarakat," ungkap aparat Desa yang lain dengan mimik muka sarat kekecewaan.

" Kalau kita tidak mengikuti arahan beliau maka siap-siap kita dimutasi ke bagian lain yang tak sesuai dengan bidang kita," ujar pak Mari yang harus menerima pil pahit karena membangkang instruksi Matliluk.

"Makanya berbagai predikat buruk selalu diraih Desa kita. Ya karena itu tadi," sambung aparat yang lain. Awan hitam berarak-arak lingkari langit yang makin pekat ditelan asap kehidupan yang makin pekat.

Roy dan kawan-kawan yang dulunya mendukung Matliluk hingga menjadi Kepala Desa kini merasa berdosa. Mareka merasa berdosa atas apa yang menimpa Desa mareka dan masyarakatnya. Dulu mareka berasumsi bahwa Matliluk bisa menjawab keinginan masyarakat dengan gaya Matliluk yang sederhana dan merakyat. Roy dan kawan-kawan lima tahun lalu menganggap Matliluk adalah sosok pemimpin yang bisa mensejahterakan masyarakat. Pemimpin yang bisa menjawab keinginan rakyat secara komprehensif. Pemimpin yang bisa....? Ah...

Ternyata apa yang diimpikan Roy dan kawan-kawan laksana punguk merindukan bulan. Matliluk bekerja ala dirinya dan tidak mengacu kepada perundang-perundangan yang berlaku. Matliluk bekerja dengan seenak perutnya. Matliluk menganggap Desa adalah milik pribadinya yang harus diekploitasi untuk kepentingan kesejahteraan dirinya dan koleganya. Tak pelak beragam predikat buruk mulai menghampiri Desa Ancoklilot dan masyarakatnya. Matliluk seakan tak peduli dengan aspirasi yang berkembang di masyarakatnya. Pemimpin yang dulunya diasumsikan mampu menjadi panutan masyarakat justru sibuk menebar bisnis dalam kegiatan di Desa mareka. Tak heran bila Matliluk pun sempat beberapa kali harus dipanggil aparat hukum.

Roy dan kawan-kawan masih ingat dengan peristiwa lima tahunan lalu saat mareka secara bersama-sama dengan bergerilya untuk memenangkan Matliluk. Saat itu yang bertarung dalam Pilkades hanya dua pasangan calon. Walaupun secara nurani mareka enggan mendukung Matliluk,namun kekesalan mareka dan masyarakat atas perilaku para kelompok pekedindil itu membuat mareka melawan dan mendukung Matliluk.

"Kami dulu mendukung Matliluk karena kami kesal dengan tingkah laku para pekedindil pemimpin saat itu yang sok kuasa dan mementingkan dirinya pribadi," ungkap Roy saat mareka berkumpul di warkop Mang Jojon yang hingga kini masih membujang.

" Itu yang masyarakat lawan. Bukan pemimpin saat itu," sambung yang lain.

"Mareka itulah yang membuat pemimpin saat itu kalah dan tumbang," celetuk warga lainnya.

"Dan hebatnya saat itu kami mendukung Matliluk tanpa dana besar. Hanya ala kadarnya dan itu sumbangan dari para simpatisan. Dan tak ada dukungan dana dari Matliluk," cerita Roy sambil ketawa ngakak.

"Dan akibat perlawanan itu masyarakat yang menjadi korbannya," sambung kawan Roy dengan nada sedih.

Usaha Matliluk untuk mendekati kelompok-kelompok masyarakat dan komunitas mulai menemui jalan terjal bahkan buntu.Iming-iming dana yang besar tak menggoda para warga Desa untuk membantunya dalam Pilkades kali ini. Tak ada warga Desa yang tertarik dengan iming-iming yang menggoda dan wah yang ditebarkan Matliluk. Mareka bertekad ingin menumbangkan Matliluk. Hanya itu tekad warga Desa sebagai kompensasi kesalahan mareka lima tahun yang lalu. Hanya ingin mengembalikan marwah Desa mareka sebagai Desa yang hebat dan berdaya saing. Tak lebih dan tak kurang.

"Kami membantu Pak Juara karena kami ingin membalas dosa kami lima tahun lalu," ungkap warga Desa kepada timses Matliluk.

"Dan kami hanya ingin Desa ini hebat, berdaya saing dan bermartabat karena dikelola pemimpin yang cerdas, sudah terbukti dan berwibawa," sambung warga yang lain. Wajah para timses Matliluk pun memerah atas jawaban masyarakat Desa. Awan hitam menyelimuti langkah kaki para timses Matliluk keluar dari rumah para warga Desa.

Matliluk kini mulai menyadari kesalahannya. Pemimpin setengah baya itu mulai memahami bagaimana rasanya kalau masyarakat sudah tak merespon lagi dirinya. Pria ini mulai tahu bahwa ketika kepercayaan dari warga tak ada lagi maka jangan harap ada asa yang digantung dalam jiwa. Tak ada asa yang layak digantungkan. Tak ada cita-cita yang patut diperjuangkan. Semua pintu hati telah tertutup rapat. Harapan seakan sudah mati. Justru yang ada hanya perlawanan secara sporadis dari masyarakat.

Justru yang muncul adalah bagaimana desa mareka kembali sebagaimana lima tahun yang lalu. Kalaupun ada yang ada mendekat kepada Matliluk itu hanya sekedar mareka dan kelompok-kelompok kecil warga ingin mengambil fulus semata untuk kepentingan dirinya dan ditebarkan kepada warga Desa untuk kampanye pihak lain. Dan itu adalah balas dosa dari masyarakat untuk Desa mareka,untuk warga Desa dan tentunya untuk martabat Desa mareka yang kini runtuh tak berharga diri lagi.

Malam semakin melarut. Pernak pernik bintang menebarkan kerlap-kerlip sinarnya sembari susuri langit yang makin cerah sebagaimana cerahnya hati masyarakat Desa Ancoklilot yang akan menyambut datangnya pemimpin baru mareka. 

Toboali, 10 Juni 2021

Salam sehat dari Kota Toboali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun