Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kuping Caplang

5 Juni 2021   22:11 Diperbarui: 5 Juni 2021   22:11 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam makin menjauh. Cahaya rembulan temaram. Didepan sebuah rumah, tampak bayangan seorang wanita. Dia melongok ke kanan dan ke kiri. Seolah membaca situasi terkini. Dan dengan secepat kilat langkah kakinya langsung menuju rumah yang pintunya tiba-tiba terbuka secara otomatis. Tanpa suara. Daun pintu pun tertutup rapat kembali. Kembali tak ada suara. Hening. Hanya terlihat cahaya temaramnya rembulan dilangit yang menghias malam.

lelaki yang mengintai sedari  tadi baru tersadar, ketika semua sudah terjadi. Ketika perempuan itu sudah menyelinap kedalam rumah Pak Janggut. Mungkin mareka sedang indehoy. Dan betapa nikmatnya Pak Janggut menjelajahi seluruh tubuh perempuan itu. Tubuh perempuan yang amat bahenol. Ya, seorang perempuan muda yang terkenal dengan goyangan paku. Perempuan itu akrab dipanggil Mbak Dayang oleh para warga Kampung. Perempun muda yang menjadi idola kaum Adam di kampung Kocar Kacir.

Mata lelaki itu menatap rumah Pak Janggut dengan tajam sekali. Bak mata liar seekor kucing yang akan menangkap tikus got yang kotor. Degup jantung lelaki muda itu turun naik. Tak beraturan. Daun telinganya seolah menangkap sesuatu dari dalam kamar. Sesuatu yang amat romantis  yang sering dilihat di konten smartphonenya dan membangkitkan gairahnya  sebagai lelaki sejati.
" Ih, tangan Bapak kok nakal," suara seorang perempuan terdengar manja dari dalam kamar.

" Sudah selesai ya?," tanya suara lelaki dalam kamar.
" Belum ah. Masih belum kelihatan warnanya
" Makanya kenceng-kenceng kerokannya biar cepet keluar merahnya,"
" Iya deh. Saya kencengein,"
" Aduh," suara lelaki itu mengadu dengan keras sehingga terdengar kencang di kuping lelaki itu.

Keesokan harinya  Kampung  Kocar kacir gempar. Berita skandal nemalukan yang terjadi antara Pak Janggut dengan biduanita seksi Dayang terungkap ke publik. Semua orang kampung membicarakan soal skandal dua insan manusia yang berlainnan jenis tanpa ikatan perkawinan yang sah. Seolah-olah dengan membicarakan skandal itu mareka terlepas dari beban hidup yang melilit mareka. Seolah berita skandal sek itu memberikan ruang bagi mareka untuk sementra terhindar dari himpitan ekonomi yang mendera mareka. Seolah-olah dengan membicarakan aib itu mareka untuk sementara waktu mampu menghindari dari kerasnya kehidupan yang makin ganas dan tak berperikemanusian. Seolah-olah ada interval waktu untuk tidak memikirkan nasib yang makin tak jelas ini.

" Saya sungguh tak percaya dan tak percaya. Mana mungkin seorang tokoh masyarakat, tokoh panutan Kampung kita melakukan perbuatan memalukan itu," ujar seorang warga saat mareka brkumpul di Pos ronda.
" Sama. Saya juga tak percaya. Tak percaya," sambung warga yang lain.
" jangan-jangan ini upaya untuk menjatuhkan nama baik Pak janggut,' seliidik warga yang lainnya.
" Tapi nyatanya malam itu Mbak Dayang memang masuk ke rumah Pak Janggut," sela warga yang lain.

" Dan ini buktinya," lanjut warga itu sembari menunjukan sebuah foto dari smartphonemya. Dan dalam foto di smartphone itu memang terlihat Dayang memasuki halaman rumah Pak janggut.
Warga yang berkumpul di sekitar Pos ronda terdiam. Tak ada yang bersuara. Semua terdiam. Kerumunan warga mulai terpecah belah ketika bedug azan magrib telah terdengar. Saatnya waktu berbuka puasa.

Sudah tiga jam Semaun dan kawan-kawannya berada di halaman rumah Pak Janggut. Tepatnya usai sholat taraweh tadi mareka sebagai peronda Kampung kembali melakukan pengintaian secara langsung dan ingin memergoki pelaku  skandal di kampung mareka. Apalagi Pak kepala Kampung telah memerintahkan mareka sebagai peronda untuk menangkap basah warga yang telah melakukan perbuatan memalukan nama kampung.
" Tangkap dan bawa ke Kantor Desa. Kita akan proses sesuai dengan aturan yang berlaku di negeri ini," titah Pak Kepala Kampung.

Pintu belakang rumah Pak Janggut tiba-tiba terbuka. Sekilas tampak bayangan  tubuh seorang wanita keluar. Bola mata Semaun dan kawannya seolah tersedot dengan gerakan tubuh aduhai itu. Mareka cuma melongo menyaksikan bayangan hitam melangkah dengan tergopoh menuju jalanan.. Mareka berdua merasa sangat kecolongan. Mangsa yang sudah didepan mata gagal tertangkap tangan.

Mareka terus mengutit mangsanya. Langkah kaki mareka tertatih-tatih. Tak bersuara sama sekali hingga mareka menemukan areal yang luas dan jauh dari pemukiman untuk memberhentikan sasarannya.

"Hei, Dayang. berhenti," teriak Semaun dengan suara menyentak.
Yang dipanggil menoleh. Senyumnya amat menawan. lekuk tubuhnya amat menggoda. Seksi sekali. Siapapun lelaki yang melihatnya pasti akan tergoda.
" Ada apa Pak Hansip. Kok malam-malam menyetop saya?," tanya Dayang dengan suara manja.
" Kamu dari rumah Pak Janggut kan,? Kamu main gila ya dengan lelalki tua bangka itu," sergah Semaun.

" Kalian jangan asal main tuduh ya. kalian bisa dihukum walaupun kalian aparat keamanan Kampung," jawab Dayang.
" Kalau bukan main gila, apa lagi? Kok perempuan dengan lelaki bukan muhrimnya satu kamar malam-malam begini," semprot rekan Semaun Fandi dengan suara yang ekpsrip.
" Beberapa malam yang lalu kamu juga berada di kamar Pak Janggut kan," tanya Semaun lagi
" Lho itu kan hak saya. Lagi pula, apa hak kalian mengawasi aku? Apa aku maling? Koruptor? Kalian telah melanggar undang-undang dan hak azazi manusia. Kalian bisa ku adukan ke Komnas HAM perempuan ," sergah dayang dengan wajah memerah.

" Sudah.  Tak usah banyak alasan. Besok kalian dipanggil Pak Kepala Kampung di kantornya. kalian akan disidang,' pesan Semaun dengan nada suara meluap-luap menahan emosi
" Siapa takut,' jawab primadonan kampung sambil meninggalkan Semaun dan rekannya. Goyangan pinggulnya membuat Semaun dan kawannya bak terhipnotis. hanya mulut mareka yang menganga. Sementara teriakan sahur corong pengeras suara  Mesjid mulai terdengar. Bergemuruh menghias malam.

Pak Kepala Kampung baru saja mandi. Handuk masih melilit di tubuh tegapnya. Dia kaget setengah mati saat melihat rombongan warga bergerombol dihalaman rumahnya. Tampak pula dalam rombongan itu Dayang dan Pak Janggut.
" Ada apa ini ?,' tanya Pak Kepala Kampung di depan rumahnya saat melihat rombongan warga datang dengan suara bergetar.
" Ini Pak Kepala Kampung. Orang yang telah mencemarkan nama baik kampung Kita. Orang yang telah membuat ib di kampung kita . Dan orang yang telah menebar dosa pada saat bulan suci karena melakukan perzinahan . Mereka harus dihukum seberat-beratnya," ujar seorang perwakilan warga.

" Betul begitu?," tanya Pak Kepala Kampung kepada kedua orang yang berlainan jenis ini.

" Itu fitnah Pak. Fitnah. Fitnah," jawab Dayang dengan nada suara penuh amarah.
" Kalian  itu sungguh kurang ajar. Kok orang tua setua aku ini dituduh main gila dengan Dayang. Aku ini sudah tua bangka. Sudah tak mampu," teriak Pak janggut dengan nada suara penuh amarah. Matanya tajam menatap warga yang bergerombol. Tak ada rasa takut sama sekali di nurani lelaki tua yang meruakan mantan pejaung ini.
" Udah, nggak usah bertele-tele. Ngaku saja biar cepat prosesnya," teriak warga yang lain yang disambut dengan koor setuju dari warga lainnya.
" Demi Allah, Pak kepala kampung kami tak berzinah. Tak berzinah," jelas Pak Janggut.

" Sudah jangan banyak alasan. Ngaku saja," desak warga yang lain.

Pak Kepala Kampung menjadi kebingungan. Bukan bingung soal memutuskan persoalan itu. Sama sekali bukan. Yang amat dibingungkannya, tiba-tiba saja Dayang membuka aibnya. Soalnya, dirinya pernah mengecani primadona desa itu sebelum Dayang sering ke rumah Pak Janggut untuk membantu tokoh masyarakat itu yang memang sering sakit-sakitan. Bahkan  putra Dayang semata wayang mirip dengan dirinya. Mirip dalam anantomi fisiknya. yakni kupingnya yang melebar. Orang kampung menyebutnya sebagai telinga Caplang.
" Jadi siapa sebenarnya yang mengecani Mbak Dayang? Mohon jujur. Ini kan bulan puasa. Bulan penuh rahmat," sela Pak pengulu yang tiba-tiba angkat bicara.

" Bukan Pak Janggut. Demi Allah bukan Pak janggut. Beliau itu Impoten," jawab Dayang dengan suara tegas.
" Jadi siapa lelaki yang pernah mengecani Mbak Dayang sehingga punya anak?," selidik Pak penghulu lagi.
" Pak Kepala Kampung," jawab Dayang dengan suara yang amat tegas dan keras sehingga terdengar oleh jagad raya.

Mendengar pengakuan jujur Dayang itu, Pak Kepala Kampung langsung rebah di tanah. Diikuti oleh istrinya. Tersungkur dihalaman rumah mareka. Suasana di halaman rumah Pak kepala kampung riuh reda. Seriuh tangisan Dayang yang berjalan pulang bersama arakan awan-awan putih yang mengiringi jejak langkah kakinya menuju rumah. Sementara sinar mentari  pun mulai beranjak pulang keperaduannya sebagai tanda cahaya purnama akan segera tiba menerangi alam raya.

Toboali, sabtu malam, 5 Juni 2021

Salam sehat dari Toboali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun