Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Lelaki Puisi

29 Mei 2021   15:07 Diperbarui: 29 Mei 2021   15:16 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usai puisinya dimuat di koran nasional, dunia sastra geger. Semua pengamat memandang puisi itu sebagai genre terbaru dalam khasanah puisi tanah air. Semua mata pecinta sastra mengagungkan dirinya. Namanya kini menjulang tinggi hingga terangkat ke langit. lelaki berpuisi itu kini telah mensejajarkan diri dengan penyair klas nasional. Undangan membaca puisi pun mengalir bak air bah yang datang terus menerus tanpa henti. Lelaki itu kini bak selebriti. Wajahnya mulai menghiasi koran dan televisi. Semua koran meminta puisinya untuk dimuat di rubrik sastra. Namanya naik daun.

Dan yang amat membahagiakannya, kali ini dia akan membaca puisi bersama dengan wanita puisi yang dikaguminya, dicintainya bahkan ingin dipinangnya dalam satu panggung. Dan sebuah puisi spesial telah dia ciptakan untuk pertunjukan malam itu. Dia akan menyampaikan kepada dunia, bahwa lewat puisi dia akan mengabarkan kepada semua orang bahwa dia akan meminang wanita puisi itu dengan puisinya. 

lelaki itu terkulai lemas, ketika pembawa acara menyebutkan wanita puisi yang amat dikaguminya ternyata hadir bersama suami dan anaknya. Jiwanya luluh. Batinnya tersiksa. Dan ketika naik panggung lelaki berpuisi itu langsung roboh. Naskah puisi yang ada di tangannya pun terbang melayang dibawa angin malam. lelaki itu pun pingsan. Panitia pun kalang kabut. Menggotong tubuh lemahnya ke dalam mobil ambulan. Keriuhan sesaat terjadi dibelakang panggung.

Dari kejauhan, suara wanita puisi itu terus menggemuruh malam bersama puisi indahnya. Suara lantangnya seolah menantang rembulan malam yang enggan bersinar. Suaranya seolah menenggelamkan suara sirene ambulan yang berlari kencang menghantar lelaki berpuisi itu ke Rumah Sakit.
" Wahai rembulan yang hitam pekat,
" Bersinarlah,
" Bersinarlah bersama aku,
" Walaupun kita tak bisa bersama dalam satu harapan

Puisi terus dilantangkan wanita puisi ini dengan suara jiwa yang lantang seolah menantang malam yang kian menjauh. Tepuk tangan penonton pun bergemuruh. Riuhkan malam. Segemuruh jiwa lelaki berpuisi yang kini harus terkulai di Rumah Sakit melawan gejolak jiwa. 

Toboali, sabtu sore, 29 Mei 2021

Salam sehat dari Kota Toboali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun