" Mohon maaf Pak Sukli wo. Maklum anak-anak. Tak ada etika. Soal sisa duit dulu, gimana ya Pak Sukri," tanya Ko Aciu.
" Lho bukannya pokok dan bunganya sudh saya bayar lunas,"
" Iya, Pak Sukli. Tapi dalam catatan buku saya ada bunga yang belum pak Sukli bayar,"
" Ntar Siang sebelum Zohor, Ako ambil di rumah ya. Saya tunggu.
Dikalangan warga Kampung Kami Ko Aciu adalah pemiskin rakyat. Dengan dalih membantu warga yang perlu bantuan permodalan.
Namun pada prosesi selanjutnya bantuan itu justru membuat masyarakat menjadi miskin karena dibebani dengan bungan pinjaman yang sangat tinggi hingga 30 persen. Telah banyak warga yang menjadi korban aksi rentenir Ko Aciu.
Sayang, tak ada warga yang berani melawan kezaliman dan kesewenang-wenangan ekonomi ini. Termasuk para perangkat Kampung Kami. Mareka hanya berdiam diri seolah-olah pasrah saja, bahkan menyalahkan warga yang tidak membayar. Selain itu Ko Aciu dikenal memiliki anak buah yang berbadan tegap sebagai debt colector alias penagih utang yang tak segan-segan bertindak diluar batas kemanusiaan.
Usaha Pak Kades pun gagal melawan aksi rentenir ala Ko Aciu. Sia-sia usaha Pimpinan Desa untuk menghentikan pemiskinan atas rakyatnya.
" Saya bantu mareka. Dan adalah sesuatu kewajaran kalau dari hasilnya mareka membantu saya. Mana ada didunia ini makan siang yang gratis Pak Kades," kilah Ko Aciu. Dan sebelum meninggalkan ruang Pak Kades, sudah kelaziman ada titipan dalam amplop coklat yang ditinggalkan rentenir tua itu.
Matahari berarak lintasi langit yang cerah. Sinarnya menusuk relung hati manusia dibumi yang terus berkerja demi sesuap nasi. Keringat mengucur di tubuh warga dan para pekerja keras untuk menghadapi tantangan hidup yang semakin keras dan makin tak menentu seiring dengan makin menuanya zaman dan alam semesta ini.
Ko Aciu tampak datang ke rumah Sukri sesuai dengan janjinya. Dengan mengendarai mobil terbaru, pria tua ini langsung ditemani oleh para anakbuahnya. Dan Sukri langsung menyambut kedatangannya dengan senyum mengambang.