"Bukannya saya tak senang Kampung kami didatangi orang-orang. Bukan sama sekali. Saya sangat senang. saya bahagia ada orang dari Kota datang ke kampung kami ini. Cuma yang jadi pertanyaan di otak saya, ada apa dengan kampung Kami ini sehingga orang-orang tersihir untuk datang kemari," lanjutnya masih dengan nada suara berbalut pertanyaan.Â
Mulut Pak Lurah terus mengeluarkan suara yang bernada pertanyaan dan terkadang suara yang keluar dari mulutnya berbau kekesalan yang terdengar sangat dalam. Bahkan lelaki itu pun tak luput dari sasaran tembak mulut berbau kekesalan dari Pak Lurah.Â
" Kamu sebagai jurnalis rela datang ke sini karena tersihir perintah Bosmu untuk melakukan kegiatan jurnalistik di kampung ini. Kamu sudah dapat apa yang Bosmu inginkan untuk bahan tulisanmu di koran," tanya Pak Lurah.
Lelaki itu menggelengkan kepalanya dengan lemah. Wajahnya menatap wajah Pak Lurah yang tampak gusar. Dan seteah beberapa saat, lelaki itu melihat gestur wajah Pak Lurah agak sedikit tenang. Meskipun wajah gusar diwajahnya belum sepenuhnya hilang.
" Begini Pak Lurah. Sebagaimana yang Pak Lurah ketahui, aku kesini diperintahkan Pimpinanku untuk meliput kegiatan di kampung ini. Soalnya di Kampung ini tak ada sama sekali masjid. Sementara para warganya sangat religius. Setiap malam saya mendengar para warga mengaji. Suara mereka meyanndungkan ayat-ayat suci itu sungguh merdu sekali," jawab lelaki itu dengan hati-hati.
Pak Lurah terdiam. Tak memberi jawaban. Mulutnya seolah terkunci. Malam makin menjauh. Sementara suara orang menyenandungkan ayat-ayat suci Alquran terus terdengar dengan  merdunya. Merelgiuskan Kampung. Mensakralkan alam raya.  Â
Toboali, Ramadan ke-27/Minggu 9 Mei 2021
Salam sehat dari Kota Toboali
salam Ramadan buat pembaca dan Kompasianer yang menjalankan Ibadah Puasa 1442 H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H