" Engkau tidak usah risau. Saya akan menikahimu. Saya tak peduli dengan omongan orang. Saya ingin bahagia. Saya bahagia bersamamu," ucapnya.
Perempuan penari itu terdiam. Matanya menatap ke arah pelangi. Sementara  matahari mulai menidurkan diri. Menenggelamkan cahaya garangnya. Seiring hadirnya cahaya emas dari rembulan yang mulai datang dengan terbata-bata. Sementara linangan airmata mengalir dari kelopak matanya yang terlihat lembab.
Dari arah timur, bentangan cahaya purnama muncul dengan sejuta cahayanya yang mempesona. Orang-orang berduyun-duyun menuju kesebuah acara pesta kampung. Malam ini kembali warga kampung jiwanya terbahagia. Perempuan penari itu kembali tampil di panggung hiburan Kampung.
Jemari lentik perempuan penari itu berayun-ayun. Dadanya naik turun. Sepasang kakinya yang indah terus bergerak dan bergerak. Menapak panggung yang terbuat dari papan.Â
Mata muda anak muda itu tak berkedip menatap sang penari. Tubuhnya pun ikut bergoyang. Sementara jiwa mudanya terus bergejolak. Ingin diraihnya tangan perempuan penari itu. Tapi tak mampu. Dia hanya menatap perempuan penari itu dari jauh. Sementara para penonton disamping kiri kananya terus mendesis suara kagum.
" Penari itu sangat piawai dalam menari," ujar seorang penonton.
" Dan dia juga sangat cantik," sambung penonton yang lain.
" Sungguh berbahagialah lelaki yang mendapatkannya. Bahagia lahir batin," sambung penonton yang lain.Â
Lelaki muda itu hanya bisa menelan ludah mendengar ocehan nakal para penonton. Telinganya tak tahan mendengar suara emosi jiwa penonton yang memuji pesona penari itu. Dadanya bergemuruh layaknya genderang yang ditabuh untuk mengobarkan semangat perang. Hatinya teriris-iris. Luka pun menganga dalam jiwa mudanya. Dan tiba-tiba dia merasa matanya menggelap. Menggelap.
Toboali, selasa malam. 30 Maret 2021
Salam dari Kota Toboali, Bangka Selatan.Â