Cerpen: Sang Penari
"Jika Ibu sudah meninggal, kamu harus menjadi seorang penari sebagai pengganti aku. Kamu harus menari untuk menghibur orang. Para warga yang butuh hiburan. Berikan mereka kebahagiaan walaupun cuma setetes," pesan Ibunya.Â
Perempuan itu terdiam. Matanya memerah menahan kesedihan melihat ibunya yang tinggal tulang belulang. Wajah Ibunya layu bagaikan daun kering yang dilahap cahaya matahari. Mata sedihnya menatap keluar jendela. Tatapannya menjalang ke arah sebuah manggis yang rindang yang tumbuh di belakang rumah mereka.
Malam itu, perempuan penari itu mengguncangkan pentas di acara pernikahan anak Pak Kades. Semua penonton memandang ke arahnya. Tangannya berayun-ayun. Kakinya menghentak. Sementara pinggulnya bergetar dengan sangat indah. membuat para penonton makin terlarut dalam emosi jiwa yang menerawang kemana-mana. Hamparan peluh membalur tubuhnya. Dan tepuk tanga dari penonton terus membahana. Ramikan malam.
" Terus. Terus," teriak para penonton dengan koor yang bergemuruh.
Cahaya rembulan makin bangkrut. Di ruang tamu sebuah keluarga, suara orang terus bergema. Mengalah suara dari televisi yang masih terus berbunyi keras.
" Dia penari," ujar seorang lelaki dengan nada suara tinggi.
" Apa haram, aku menikah dengan seorang penari," jawab seorang anak muda dengan nada suara yang meninggi pula.
" Kita ini keluarga terhormat,Nak. Tolong,jangan kawini dia. Jangan rendahkan martabat keluarga besar kita. Masih banyak perempuan lain di kampung ini. Apa perlu Bapak mu ini mencarikan perempuan untukmu sebagai istri yang baik dan dari keluarga yang baik pula," ujar Bapaknya.
Anak muda itu mengelus dadanya yang bidang. Tatapan matanya menatap tajam ke arah Bapaknya. Tatapan mata yang membersitkan kesedihan dalam hatinya sebagai seorang lelaki sejati yang pernah mengucapkan janji.
Tiupan angin laut senja itu membelai rambut perempuan penari itu. Hembusan angin laut senja itu juga membelai rambut lelaki muda yang tampak kusut. Kicau camar yang terbang melayang di angkasa biru mengundang sejuta keindahan. Sementara hamparan keindahan pasir pantai makin menenggelamkan keduanya dalam emosi jiwa.