Cerpen: Sang Penggali Kubur
Hamparan sawah membentang luas. Â Segerombolan burung terbang meliuk dan menyambar batang-batang pagi yang mulai menguning. Mereka terus terbang sembari menyapa angin yang melambai. Sebuah diorama kehidupan yang eksotik.
Matahari mulai meninggi. Cahayanya mulai terasa panas. Bedul mulai terlihat menguap. Â Direbahkannya badannya di saung di tengah sawah itu. Semilir angin yang menyapa membuatnya bisa tertidur. Â
" Apa kamu tidak pernah berpikir untuk mencari pekerjaan lain?," suara Godek temannya mengagetkan dirinya.
Bedul terdiam. Matanya justru  menatap tajam  gerombolan burung yang terus memangsa batang padi warga yang mulai menguning. Mereka memakan sekedarnya. Hanya untuk mengisi perut semata. Bukan untuk memperkaya diri sendiri seperti para kaum berdasi yang menikmati hidup mewah dari memangsa aspal, pasir hingga dana sosial warga tanpa rasa malu.
" Tidak mungkin, Bro. Aku tidak memiliki keahlian khusus. Aku cuma bisa mencangkul dan menggali kubur," jawab Bedul. Mendengar jawaban temannya, Godek cuma menelan ludah. Tak banyak komentar. Bibirnya tak bergerak sama sekali. Mata Godek itu menatap ke arah sawah yang mulai menguning. Gerombolan burung itu masih memangsa batang padi yang mulai menguning. lalu terbang lagi. Godek menatap Bedul. temannya itu sudah tertidur pulas. Semilir angin membuatnya cepat tertidur. Kadang terselip rasa kasihan saat melihat teman baiknya itu.Â
Bedul, lelaki muda dan gagah itu dikenal sebagai penggali kubur paling hebat di Kampung mereka. Setiap ada kabar kematian, maka orang pertama yang dihubungi adalah dirinya. Dan setiap usai menggali kubur, maka dia menerima upah dari para kerabat yang meninggal. Upahnya bisa dalam beragam bentuk. Bisa uang. Beras bahkan kadang kala dapat baju bekas orang meninggal. Dan semua itu disyukurinya.Â
" Alhamdulillah,hari ini kita bisa makan lagi Bu," ujarnya kepada istrinya.
" Aku heran sekali denganmu. Menagap memilih pekerjaan yang hasilnya tak membuat kita hidup layak? Sementara tenaga yang engkau keluarkan tak sebanding dengan upahmu," jawab Istrinya. Bedul menatap istrinya. Ada tatapan tajam dari matanya ke arah istrinya. tatapan yang tak biasa.
" Lalu dulu kenapa engkau memilihku," ujar Bedul membalik pertanyaan.
" Karena aku mencintamu dengan setulus hati. Engkau adalah pemuda yang baik hati dan sangat tulus. Menerma aku apa adanya," jawab istrinya yang melambungkan dadanya sejenak.