Cerpen : Rindu yang Sirna
Lelaki tua itu duduk dibawah pohon besar yang tumbuh dekat aliran sungai Kota. Ada nikmat yang sangat membahagiakannya saat berada di bawah pohon besar itu. Itu terlihat dari raut wajahnya. Ketabahan pun terpancar dari wajah tuanya. Dan secara tiba-tiba dia menyeka airmata dengan lengan baju kaos Parpol yang dipakai.Â
Dan bagi warga Kampung yang tinggal disekitar aliran sungai Kota itu, lelaki tua yang selalu duduk dibawah pohon besar itu dipanggil Pak Tua. Tak ada yang tahu nama aslinya. Semua warga kampung dari mulai anak-anak hingga orang tua memanggilnya dengan panggilan Pak Tua.
Pak Tua tinggal sendirian di gubug tak jauh dari pohon besar dekat aliran sungai Kota itu. Menurut cerita dari para warga kampung, Pak Tua menetap di gubug itu semenjak ditinggal istrinya.
Setiap pagi dan sore hari, Pak Tua menyapu dedaunan yang jatuh dari pohon besar itu. Berbekal sapu dan keranjang sampah yang terbuat dari anyaman bambu, dedaunan yang jatuh di bersihkannya dan dimasukannya ke dalam tong sampah.Â
Dalam seminggu terakhir ini, ada seorang wanita tua yang selalu duduk dibawah pohon besar itu. Ketika langit bercorak kemerahan, perempuan tua itu sudah berada di situ. Perempuan tua itu tak peduli dengan hujan rintik yang datang. Seolah-olah dengan duduk dibawah pohon besar itu, dia menumbuhkan kembali ingatan soal masa silamnya yang pernah dibisikan seseorang ke telinganya.
Kehadiran perempuan tua itu ternyata menarik perhatian lelaki tua itu. Secara tiba-tiba, lelaki tua itu melangkah mendekati perempuan tua itu.
" Sudah seminggu ini, ku lihat Ibu datang ke sini,' Pak tua itu berbasa basi.
Perempuan tua itu terperangah. Ternyata ada orang yang memperhatikan kebisaannya.
" Apakah Bapak keberatan aku duduk di sini," tanya Ibu tua itu.
" Sama sekali tidak. Ini tempat umum. Siapa pun boleh datang dan duduk disini. Santai sembari menikmati alam disini," kata Pak Tua.
Perempuan tua itu pergi. Pak Tua memandangnya dengan mata yang berkabut. Ada rasa sesal dalam hatinya mengapa dia harus bertanya dengan nada kalimat seperti itu.
Pada sore yang lain, perempuan tua itu duduk di bawah pohon besar itu. Sebuah tempat yang biasanya digunakan Pak Tua menghabiskan waktu menunggu azan magrib tiba, usai membersihkan dedaunan yang berceceran dibawah pohon besar itu. Pak tua menatap perempuan tua itu dengan rasa yang lain. Ada kerinduan terselip di hatinya. Pak Tua tiba-tiba mengingat rindu yang selama ini menghilang dari jiwa raganya.
Usai menyapu, Pak Tua kembali mendekati ke arah perempuan tua itu duduk.
" Apakah engkau menunggu seseorang," tanya Pak Tua secara tiba-tiba sembari duduk disamping perempuan tua itu tanpa malu.
" Aku ingin menebus kesalahanku," jawab Perempuan Tua itu.
Pak Tua terdiam. Sejenak hening. Dia hanya menatap dedaunan yang kembali jatuh dari pohon besar itu.
" Beruntung sekali orang itu," ujar Pak Tua setengah bergumam. Â Perempuan tua itu menoleh dan menatap Pak Tua dengan tatapan mata yang tajam. Perempuan Tua itu mengangguk. Â lalu beranjak. Dan pamit meninggalkan Pak Tua yang termangu-mangu menatap kepergian Perempuan Tua itu. Di kejauhan terdengar lagu dari radio yang disenandungkan kelompok musik cadas yang top pada eranya, The Rollies
Adakah kerinduan di hatimu
seperti yang kini kurasa
Terasa pedih di dalam hati
menanti dan menanti
Adakah keinginan di hatimu
seperti kuingin terjadi
Bertemu lagi, bersatu lagi
dalam bahtera cinta
Toboali, jumat barokah, 19 Maret 2021
Salam dari toboali, Bangka Selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H