Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Itu...

14 Maret 2021   22:09 Diperbarui: 14 Maret 2021   22:34 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen : Lelaki Itu...

Lelaki muda itu akhirnya sampailah di sebuah kampung yang berada di balik bukit usai mengarungi hutan belantara, naik turun bukit dan lembah. Lelaki itu sepertinya tidak merasa asing dengan Kampung ini. Saat lelaki itu sampai kampung menjelang magrib, Lelaki itu menemukan satu-satunya Warung di tepi desa. 

Warung kecil itu milik seorang kakek tua. Lelaki itu memesan makan untuk mengisi perut yang keroncongan. Tak ada makanan atau jajanan dijual sebagaimana layaknya warung di Kota. Yang ada hanya teh, kopi, jagung, dan umbi-umbian rebus, serta nasi dengan lauk ala kadarnya. Lelaki itu memesan kopi dan nasi dengan lauk ubi rebus dan sambal.

Warung kecil milik kakek tua itu beratap anyaman rumbia  ini menjadi tempat tinggal sementara lelaki itu. Setidaknya untuk malam ini. Keramahan kakek tua itu yang mengajaknya untuk bermalam di warung kecilnya tak ditolaknya.

" Hari sudah gelap. Anak menginaplah disini untuk beristirahat. Besok lanjutkanlah perjalananmu sesuai hati nuranimu," ajak kakek tua itu. lelaki muda itu terdiam. Mulutnya membisu. Lelaki  muda itu sangat berharap  Lelaki tua. pemiliki kedai tak bertanya lebih jauh soal asal-usulnya.  Apalagi sampai bertanya kenapa ia datang ke Kampung ini yang jauh dari keramaian.

Lelaki muda itu memijit-mijit betisnya yang masih kaku. Dia berjalan  hampir tak pernah berhenti selama sehari. lelaki muda itu merasakan sekujur tubuhnya lumayan enak. 

Dia pun merebahkan tubuh dan memejamkan mata. Kegelisahan mendera raganya. Otaknya terus bekerja dan memikirkan tujuannya yang belum jelas sampai akan kemana kaki melangkah.

Sinar matahari menerobos kamarnya. membentuk batang-batang cahaya. Seseorang memanggilnya dari luar. Itu suara Kakek tua pemilik warung.

" Nak, bangunlah. Hari sudah siang," panggilnya.

Panggilan  terus terdengar. Dia segera menyahut dan membuka pintu. lelaki itu sangat kaget. Jantungnya mau copot.  Seorang perempuan muda tiba-tiba berdiri di ambang pintu dengan nampan berisi penganan dan kopi. lelaki muda itu dengan segera meraih nampan berisi kopi dan jagung rebus. Dia genggam jagung rebus yang masih panas dan mengepulkan uap tipis.

" Terima kasih. kakek kemana ya," tanyanya. Perempuan muda itu tersenyum.

" Kakek sudah pergi ke kebun," jawab perempuan muda itu.

" Kalau bapak mau sesuatu, tinggal bilang saja. nanti saya antarkan," sambungnya sembari meninggakan lelaki muda itu yang masih bengong.

Tak terasa sudah seminggu, dia berada di kampung ini. Tepatnya menginap di rumah kakek tua itu. Dan selama seminggu ini, dia merasa warga Kampung sangat baik dan ramah. Sementara rumah warga sangat berjauhan. Sehingga kalau malam tiba, hampir tak ada orang yang lalu lalang dijalanan yang belum teraspal.

Malam itu cahaya rembulan sangat indah. Kerlap kerlip bintang menambah keeksotisan langit. Di halaman rumah kakek tua, lelaki muda dan kakek tua duduk berdampingan menatap ke arah jalanan yang sepi.

Kakek tua itu buka suara. bercerita tentang anak perempuannya yang ditinggal suaminya. Sejak suaminya merantau ke Kota beberapa tahun lalu, hanya dia dan anak perempuannya yang berada di rumah. Tak ada siapa siapa selain mereka. 

Tak henti-henti dia sebagai mertua berharap kepulangan menantunya yang telah menyunting anak perempuannya beberapa  tahun lalu. 

Terbit sesal kenapa dia membiarkan kepergian menantunya dulu. Uang di kampung memang kurang, tetapi apalah arti hidup berkecukupan bila jauh dari sanak kerabat dan keluarga, pikirnya. 

Namun, menantu itu tetap berkeras untuk mengadu untung di Kota. Dia tetap berangkat, meski banyak yang melarang, termasuk dia. Akhirnya dia dan anak perempuan itu hanya bisa merelakan sang  menantu dan sang suami anaknya pergi dan membiarkannya mencari pencaharian di Kota.

" Apakah kakek tahu keberadaan suami anak kakek," tanya lelaki muda itu.

" Tidak. Sudah tahunan dia tidak memberi kabar," jawab kakek tua dengan nada suara sedih. " bahkan ada yang bilang, menantuku itu sudah menikah dengan orang Kota," lanjutnya. 

lelaki muda itu terdiam. Lelaki muda itu teringat dengan pertemuan pertama dengan seorang peremuan sebelum dia sampai di kampung ini. Dia berpapasan dengan seorang perempuan saat hendak ke sungai di kaki bukit. Perempuan itu menatapnya dengan tatapan mata yang tajam dan melemparkan senyum yang membuatnya takjub dan kikuk. Mereka bergandengan tangan menuruni bukit hingga mengantar lelaki muda itu sampai di Kampung ini.

" Aku ingin engkau selamanya tinggal disini, Bang," ujar perempuan itu yang memanggilnya dengan sebutan Abang.

Toboali, minggu malam, 14 Maret 2021

Salam dari Kota Toboali, Bangka Selatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun