Cerpen: Matliluk
Di lapangan bola Kampung, para warga berjubel. Hari itu ada kampanye Calon Kepala Desa mereka. Seorang lelaki setengah baya turun dari mobilnya. Dari atas panggung, pembawa acara menyebut namanya. Para tamu dan undangan yang duduk di depan panggung serentak berdiri. lelaki setengah baya itu menebar senyum sambil melambai-lambaikan kedua tangannya. Beberapa lelaki berseragam dan bertubuh kekar mencari jalan untuknya.
"Selamat datang, Calon Kades kita, Pak Matliluk," teriak pembawa acara dari atas panggung. Tepuk tangan pun langsung bergemuruh dari warga yang memenuhi lapangan Bola kampung.
Pembawa acara dari atas panggung, langsung meminta Pak Matliluk untuk naik ke atas panggung.
"Sekarang waktunya, kita berikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Pak Matliluk, Calon Kades pilihan kita untuk memberikan arahan kepada kita semua. Beliau adalah tokoh pilihan kita. Beliau adalah idola kita. Dan beliau kita adalah pilihan kita saat di TPS nanti," teriak pembawa acara dengan suara yang sangat lantang. Seolah hendak mengalahkan lantang sinar matahari yang menyengat siang itu.
Matliluk mengangguk-angguk. Sebelum Matliluk berdiri, sebuah bisikan disampaikan seseorang ke telinganya. Matliluk mengangguk-angguk sebagai sebuah isyarat mengerti.
Beberapa lelaki kekar berseragam langsung mengawal Matliluk naik panggung. Di depan mikropon, Matliluk langsung meneriakkan narasi sambil sembari mengepalkan tangannya ke atas.
"Hidup kampung Kita. Hidup kampung Kita," teriaknnya lantang.
"Saudara-saudara se kampung. Saya Matliluk, Calon kepala Desa Kalian. jangan lupa pilih saya saat di TPS," teriak Matliluk.
Beberapa warga yang menyaksikan narasi itu terdiam. Mereka saling berpandangan.
"Apakah kalian semua tahu dengan saya," tanya