Rina sangat bahagia mendengar kabar bahwa Timpas akan datang ke Kotanya untuk liputan kegiatan. Rina amat menunggu moment spesial itu. Dan ada sesuatu yang ingin dia katakan kepada lelaki brewokan itu bahwa dirinya sangat mencintai lelaki itu. Dan soal apa jawaban lelaki itu, bukanlah persoalan. yang penting dirinya bisa menuntaskan dahaga hatinya.
" Masa sih seorang perempuan menyatakan cinta kepada seorang lelaki? Apa mau kiamat dunia ini," tanya rekannya.
" Lho. Nggak ada salahnya toh kita yang duluan nyamber. Daripada  disamber orang duluan," sahut Rina yang diriingi tawa rekannya. Dunia seolah bahagia melihat Rina yang ketawa ketiwi bak ABG.
" Berarti ada momen spesial dong," goda temannya.
" Ah, kamu mau tahu aja urusan orang," sahut Rina sembari pura-pura cemberut.
Malam itu adalah malam spesial bagi Rina dan Timpas. Usai melakukan liputan, Timpas langsung menemui Rina di sebuah cafe terkenal di Kota itu. Keduanya asyik berbincang. Seolah-olah bak dua insan yang sudah saling kenal secara jiwa. Dan Rina tak menolak ketika Timpas mengandengnya ke dalam kamar tempatnya menginap. Tak ada rasa sesal malam itu. Tak da. Yang ada cuma kebahagian yang mengaliri raganya.
Keduanya menjadikan malam yang bening itu sebagai malam kegelapan. Keduanya saling membahagiakan. Saling menyatukan diri dalam kesesatan naluri sebagai manusia dewasa.
" Bulan depan saya akan datang lagi ke sini. Dan saya akan berikan surprise buatmu dan anakmu," ujar Timpas usai keduanya melampiaskan aksi sebagai manusia dewasa.
" Terima kasih Mas. Saya akan menunggumu," jawab Rina dengan suara penuh kebahagian.
Tanggalan di rumah Rina sudah menunjukan hari yang lewat dari janji yang diucapkan Timpas. Rina masih menunggu. Wanita itu masih memakluminya.
" Mungkin Mas Timpas masih ada pekerjaan," hiburnya dalam hati.