Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Hilangnya Jumat Kami

10 April 2020   13:07 Diperbarui: 11 April 2020   11:45 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tawa lepas mereka bersenandung hingga ke langit tujuh. Ada sejuta kebahagian dari derai tawa mereka. Setidaknya bisa melupakan sejenak kepenatan hidup. Setidaknya bisa melepaskan diri sedikit dari beratnya beban hidup yang teramat berat yang mereka sandang sebagai kaum jelata di negeri ini. Negeri yang katanya rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

" Ngopi dulu Mang," sapa seorang warga saat melihat Matsungkokk menyambangi Kedai Kopi. Semua warga Kampung memanggil Matsungkok dengan panggilan Mamang.

" Kok bapak-bapak tidak jumatan ke masjid," tanya Matsungkok.

" Lho...Memangnya Mamang tidak tahu edaran dari Pusat," jawab seorang warga.

" Ada virus, Mang," sambung warga lainnya. 

" Virus ini malah mengerikan. Bahkan teramat mengerikan kalau yang saya dengar dari berita-berita di tipi.  Makannya kita dilarang untuk berkerumun di ruang terbuka dan tempat-tempat umum untuk memutus mata rantai penyebaran virus itu," Sambung warga lainnya sambil menyeruput kopi. 

" Virus lagi. Virus lagi," desis Matsungkok dalam hatinya setengah bertanya. Ada kekecawaan yang amat mendalam terpatri dalam wajah tuanya saat mendengar penjelasan para warga itu. Kekecewaan yang sangat mendalam. Bahkan teramat sangat dalam yang dirasakan tubuh tuanya.

###

Senja itu, Matsungkok duduk di halaman belakang rumahnya. Pandangan matanya menatap ke sekitar belakang rumahnya yang dipenuhi pepohonan Kampung. Terhampar sebuah kedamaian. Sejumlah pepohonan menambah rindangnya halaman belakang rumah tua itu.  

Lambaian dedaunan dari pohon-pohon kekar itu menambah kedamaian bagi mata yang memandangnya. Langit tampak cerah. Burung-burung berseliweran di udara. Saling berkejaran dengan awan putih yang menari-nari di birunya langit. 

Matsungkok menyeruput kopi. Pandangan matanya tampak nanar. Ada segumpal keresahan yang mengaliri tubuhnya. Hatinya belum puas. Belum ada jawaban yang memuaskan hatinya. Kegelisahan masih melandah sekujur tubuh tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun