Matsungkok tergesa-gesa. Â Tak hiraukan panasnya sinar matahari yang menerpa sekujur tubuh ringkihnya. Jalannya cepat. Teramat cepat. Kaki tuanya dengan amat cepat menghantarkannya menuju tujuan. Maklum jam di dinding rumah tuanya sudah menunjukkan pukul 11.59 Wib.Â
" Waduh. Aku terlambat nih," desisnya dalam hati.
Matsungkok terperangah. Sangat terperangah, saat tiba di masjid. Suasana masjid sepi. Teramat sepi. Tak ada jemaah yang datang. Tak ada orang. Sunyi.
" Ada apa, ya," tanya lelaki tua itu dalam hati.
" Apakah mereka tidak tahu, bahwa hari ini adalah hari jumat," sambungnya dalam hati.
" Tidak mungkin. Mereka kan punya kalender di rumahnya. Apalagi saat musim kampanye tiba, hampir semua warga mendapat kalender dari pengurus Parpol," lanjutnya dalam hati.
Untuk mengobati rasa gelisah yang melanda sekujur tubuh tuanya, Matsungkok mendatangi Ketua Masjid. Kedatangan Matsungkok disambut dengan tebaran senyuman oleh Ketua Masjid.
" Virus," pekik Matkotok dengan setengah histeris usai mendenger penjelasan Ketua Masjid.
" Ya, jumatan untuk beberapa waktu kita tiadakan dulu, karena adanya virus yang sangat berbahaya. Dan ini ada surat edarannya," ungkap Ketua Masjid.
###
Sampai di rumah, Matsungkok masih gelisah. Bahkan teramat gelisah. Kegelisahan masih menjalari sekujur tubuh tuanya. Sejuta tanya mengaliri otak tuanya. Sejuta pertanyaan mengaliri raganya. Ada rasa ketidakpuasan yang mengaliri tubuh tuanya. Lelaki tua itu merasa ada sesuatu yang janggal. bahkan teramat janggal sehingga perlu dicarikan jawabannya dengan segera untuk menenangkan kegelisahan yang mengaliri sekujur tubuh tuanya.
Dengan sesegera pula, Matsungkok mencari jawabannya. Kali ini lelaki tua itu mengunjungi Kedai Kopi yang ada di kampungnya. Beberapa warga kampung tampak berkumpul di sana. Memang tak seramai hari biasanya. Mereka sangat asyik menikmati kopi buatan Mbok Iyem, pemilik Kedai Kopi. Sesekali terdengar derai tawa mereka yang mengudara.