Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saksi Mata

1 Februari 2019   13:11 Diperbarui: 1 Februari 2019   16:47 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saksi mata menghela nafas. Amat panjang helaannya. Sepanjang narasi yang bergaung dan muncrat dari mulut-mulut kaum follower yang hidup dari bernarasi. Bernarasi dari warung kopi ke warung kopi tanpa lelah hingga mentari tenggelam. 

" Adalah sebuah kebohongan yang teramat besar, kalau dikatakan bahwa Bapak Alok adalah seorang bawahan yang tidak loyal kepada Pimpinannya. Anda tahu kan, bahwa selama ini beliau yang menjadi sumber kekuatan tersembunyi dalam menopang pergerakan Pimpinannya. Kita tidak bisa menafikan realitas yang ada dan memang terjadi," seru seorang follower dengan nada suara berapi-api bak orator sedang kampanye di panggung.

" Hanya Pak Aloklah yang diajakka kesana kemari mendampingi Pimpinannya. Dan itu realitas. Fakta yang sebenarnya," sahut follower yang lain.

" Pertanyaannya, apakah Pimpinannya bahagia kalau Pak Alok ikut dalam kunjungannya kemana-mana? Persoalannya apakah Pimpinannya senang kalau Pak Alok berada disekitarnya," suara saksi mata berdesis. Sunyikan suasana warung kopi yang hingar bingar oleh narasi-narasi para follower. Semua mata mencari sumber suara berbalut fakta kebenaran itu. Semua telinga mencari dari mana datangnya suara tiba-tiba itu dan mengagetkan mereka. Mereka saling menatap satu sama lain. 

Sore itu, langit terlihat mendung. Awan gelap. Segelap hati para follower yang sedang berkumpul di sebuah ruangan yang luas. Mereka masih membahas tentang suara yang muncul di warung kopi tadi tanpa terlihat naratornya. Mereka seolah terpukul dengan suara yang datang bak halilintar di siang bolong tanpa diundang.

" Kalau suara  yang kita dengar di warkop tadi benar dan fakta, maka usaha kita untuk mempopulerkan Pak Alok di mata pimpinan dan publik terancam gagal. Suara itu mengandung fakta kebenaran yang nyata. Sebuah realitas yang memang benar-benar terjadi," ungkap seorang follower dengan nada suara prihatin.

" Itu sebuah aksioma. Yang tak bisa terbantahkan. Suara itu mengandung kebenaran yang hakiki," sambung follower yang lainnya. " Dan itu merusak agenda yang telah kita susun dengan sangat lama dan memakan banyak energi," lanjutnya.

" Faktanya, saya mendengar dari beberapa kolega Pak Alok bahwa mereka tidak mau ikut dengan Pimpinan kalau Pak Alok hadir. Soalnya Pak Alok cuma mengibarkan narasi. Cuma bernarasi saja tanpa aksi nyata. Tak terbukti narasi Pak Alok selama ini," sahut follower yang lain. "Kita saja yang banyak mengumandangkan narasi pencitraan tentang Pak Alok. Padahal realitanya Pak Alok tak seperti itu. Jauh dari yang narasi yang berkembang di publik, bahwa Pak Aloklah yang menjadi sumber kekuatatan Pak Pimpinan selama ini," lanjutnya.

" Dan...," suaranya terhenti.

" Dan apa? Kok nggak kamu teruskan narasimu," tanya seorang teman followernya dengan nada suara penasaran.

" Dan harus kita akui, selama ini tak ada realisasi kongrit dari narasi Pak Alok kepada publik. Tak ada sama sekali. Tak terbukti. Cuma omdo saja," lanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun